S
Well, sampai detik ini, disaat aku udah semester 5, masih
adaaaaaa aja yang nggak tahu apa itu PWK, dan yang lebih parah lagi ada juga
yang masih mengartikan planologi sebagai ilmu pemuliaan tamanan. Poor
guy...-kalo kata Resty, bukan poor guy, tapi village-
Hahaha, dunia per-planologi-an galau
mendengar fakta tersebut!
Oke. Terkait dengan isu KKN yang saat ini lagi jadi trading
topicnya anak-anak angkatan 2009 di seluruh penjuru UGM, dan semua orang
sedang sibuk membuka perekrutan untuk masuk kelompok KKN mereka hanya saja
mereka nggak bener-bener tahu anak dari disiplin ilmu apa aja yang yang
sesungguhnya mereka butuhin. Maka saya yang merasa bertanggung jawab terhadap
nama jurusan yang menjadi tempat saya berteduh dikala hujan dan tempat ngadem
dikala kepanasan, rasanya saya perlu meluruskan.
Perencanaan Wilayah dan Kota adalah salah satu jurusan di
fakultas teknik yang uhm...nggak terlalu teknik.
Di PWK, kami diajari caranya menjadi seorang bos, seorang
detektif, seorang buruh ketik, seorang tukang peta, seorang manusia yang
bawaannya hobi dilepasin di alam bebas dan suruh kerja sesuai insting buat
mencari mangsa –hahaha, kerja lapangan maksudnya-, sorang analyst,
seorang stakeholder, sekaligus sebagai seorang reporter.
Mencengangkan bukan?
Saya sendiri juga tercengang dengan tulisan yang saya
buat. #nangis terharu
Oke. Sebenernya Planner cuma punya satu misi sih.
Perencanaan Wilayah dan kota merupakan ilmu yang digunakan untuk manfaatkan
ruang secara optimal dan mengendalikan pemanfaatan tersebut. Hanya saja, untuk
menghasilkan sebuah produk penataan ruang yang baik, banyak hal yang harus
Planner lakukan.
Pertama Planner harus memahami kondisi fisik, bentang
alam, kondisi sosial-budaya, kependudukan, dan tingkat perkembangan dari
wilayah yang akan direncanakan. Disinilah peran Planner sebagai seorang
detektif dibutuhkan. Untuk mengetahui seluk-beluk kondisi wilayah, planner
diharuskan mengumpulkan semua data dan dokumen penting sesuai dengan infromasi
yang dibutuhkan. Data potensi sumberdaya, potensi bencana, topografi,
geomorfologi, sejarah kebencanaan, data kependudukan, sosial, perekonomian,
budaya khas, sejarah dan mitos, dan sebagainya. Yaaa...seperti yang udah aku
bilang, kayak Detektif.
Yah...kalau mau dapet gambaran yang lebih keren, Coba
bayangkan film-film sci-fi dimana bintang utamanya –yang biasanya cakep banget-
nggak jauh-jauh dari yang namanya teknologi modern untuk memperoleh informasi
yang nggak bisa didapatkan oleh sembarang orang. Kerennnn!!!!
#ngangkat empat jempol
Setelah itu, langkah berikutnya dijalankan.
Planner berperan sebagai buruh ketik.
Kenapa buruh ketik?, karena Indonesia jaman dahulu sangat
suka menulis data dengan mesin purba bernama alat ketik manual yang
sumpah.itu.nyiksa.banget!!! belom lagi kalau ketikan dibuat diatas kertas
buram yang kalau udah tersimpan selama 20 tahun langsung rapuh nggak ketulungan
dan warnanya udah coklat-coklat nggak karuan.
Sebelum masuk ke tahap selanjutnya, semua data harus
diinput untuk dijadikan satu dalam database proyek yang akan dijalankan. Nah...setelah
semua data sudah terkomputerisasikan, saatnya Planner mengganti baju dan
berubah menjadi...Analyst, yeah!!!!
Planner berperan sebagai seorang Analyst. Semua data yang
didapatkan diolah, beri sedikit tambahan sayur, cicipi, aduk merata, lalu tiriskan,
dan tinggal disajikan disaat masih hangat, akan lebih enak bila disantap dengan
kecap. Itulah mie goreng!, lalu kenapa saya bahas mie goreng?, oh...saya ingat
saya lapar, tapi ini saatnya serius jadi,
Oke, balik ke urusan Planner sebagai Analyst.
Data selalu bercerita, jiah.... Setelah semua data
diperoleh, saatnya untuk menganalisa informasi yang didapatkan dari curhatan
sang data. Melalui analisa, akan didapatkan tren, kecenderungan, dinamika, dan
sebangsanya. Produk yang dihasilkan dari semua analisa ini akan menjadi dasar
dari penyusunan rencana tata ruang yang akan dibuat. Informasi pola pemanfaatan
ruang, Pola sebaran penduduk, tren kelahiran-kematian, dominasi mata
pencaharian, kualitas hidup, tingkat kesejahteraan masyarakat, ketersediaan infrastruktur,
potensi bencana alam, kondisi lingkungan.
Nah disini, planner sebagai analyst memanipulasi
sumberdaya dari disiplin ilmu yang lain, antara lain ilmu anak-anak ekonomi,
geologi, dan sosial. Planner membutuhkan standar-standar yang telah dibuat oleh
kerja keras ahli dari disiplin ilmu2 tersebut untuk analisa dan mengambil
kesimpulan tentang kondisi suatu wilayah.
Tahap yang lebih jauh, planner merangkap sebagai tukang
peta karena planner tidak bisa hidup tanpa peta, namun peta yang sangat tidak biasa.
Kita pakai permisalan seorang cewek...kebanyakan cewek sangat mencintai baju,
namun dengan spesifikasi bentuk, warna dan desain yang kadang bisa susah banget
untuk diwujudkan oleh pabrik konveksi, oleh karena itu kini butik dan desainer
baju banyak bermunculan untuk memenuhi permintaan unik dari sang konsumen. Dan
disini, berhubung nggak ada butik peta yang bisa memberikan peta-peta yang
diinginkan seorang planner yang jenisnya memang bukan peta yang lazim seperti
peta pola kelahiran-kematian misalnya, maka saatnya memenuhi kebutuhan sendiri
dengan menjadi produsen dari peta yang dibutuhkan.
Tapi tenang...planner nggak secanggih itu. Planner memang
seorang tukang peta namun bukanlah pembuat peta dari nol. Disini kami
membutuhkan bantuan dari anak-anak geografi untuk menyediakan bahan dasarnya.
Yaitu peta yang biasa yang nantinya akan diubah menjadi sangat tidak biasa oleh
planner, wkwkwk.
Dan untuk memastikan kebenaran informasi, saatnya untuk
berkeliaran di lapangan sebagai surveyor. Time to nge’Bolang’ mennnnn!!!!
Bermodalkan peta ditangan, hasil analisa diotak, permen
dikantong dan muka cakep –yang ini cuma ‘kalo bisa’- Planner turun ke lapangan.
Saatnya survey langsung kondisi fisik dan wawancara untuk pencocokan data
dengan kondisi nyata. Survey merupakan satu bagian paling asik di perencanaan,
selain bisa jalan-jalan untuk mengunjungi tempat-tempat yang nggak pernah
terbayangkan sebelumnya, melakukan survey juga membuat kita lebih dekat dengan
masyarakat dari wilayah yang akan kita obrak-abrik kembangkan.
Yeah...meskipun pada faktanya kita sering dikira mau menggusur rumah orang
karena suka mengeluarkan gelagat nggak lazim seperti mengukur lebar persil
rumah orang, menghitung tren ketinggian bangunan dan sesekali keliatan
ngeluarin peta seperti orang lagi berburu harta karun, namun itu malah jadi
semacam tantangan untuk belajar jadi stakeholder untuk memberi penjelasan dan
pemahaman pada masyarakat tentang tujuan ‘lurus’ kami.
Saat survey, ada satu lagi peran yang nggak kalah asik,
yaitu sebagai reporter. Ada kalanya kami seperti sedang main dalam sebuah
adegan film aksi dimana kami diancam oleh oknum yang melakukan penyalah-gunaan
lahan seperti misalnya nih ya...saat survey kami menemukan kawasan tambang yang
seharusnya sesuai dengan analisa kami area tersebut dimanfaatkan sebagai
kawasan lindung. Jadi deh...saat kami berusaha mengorek informasi, kami
dicurigai dan diperlakukan seperti seorang mata-mata (padahal saat itu kami
pake kostum surveyor ngegembel gitu dan bukan kostum detektif loh. Ah mereka
nggak tahu bedanya gembel sama detektip). Kami diancam-ancam, diusir-usir,
dikasih segepok duwit –ya enggak lah-. Mendebarkan pokoknyaaaaaaaa
Dan terakhir...Planner sebagai Planner. Yep,
bener...saatnya menjadi seorang perencana. Setelah merasa cukup dengan
informasi yang diperoleh. Saatnya untuk menyusun skenario pengembangan. Langkah
yang diambil adalah dengan membuat tujuan dari pengembangan yang akan dicapai.
Setelah tujuan udah dirumuskan, saatnya memilah-milah analisa yang sudah
dilakukan, mengelompokkan apa potensi sumber daya wilayah yang dapat mendukung
tujuan kita dan disisi lain juga mempertimbangkan potensi masalah yang
dapat menghambat tujuan.
Langkah selanjutnya adalah menyusun strategi untuk
mewujudkan tujuan yang ingin dicapai.
Misalnya kita memutuskan bahwa wilayah A akan kita
kembangkan menjadi agropolitan, maka strategi yang akan kita ambil harus segera
di list, misalnya dengan menemukan sumber air yang baru untuk pengairan,
mencari jalur pemasaran, memperbaiki infrastruktur untuk memudahkan ditribusi
produk pertanian, membuka industri pengolahan, menemukan teknologi pertanian
yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Disinilah saat Planner menjadi bos...
Karena bos tidak bisa menjadi bos tanpa bawahan yang
merupakan patner kerjanya. Untuk menjadikan semua strategi tersebut terlaksana,
Planner membutuhkan ahli geologi, ahli ekonomi, ahli transportasi, ahli
pertanian, ahli mekanika, dan ahli-ahli yang lain untuk diajak bekerja bersama.
Yang diatas itu bahkan baru satu skenario perencanaan,
belum lagi dengan skenario lain, misalnya bukan lagi konsep agropolitan,
melainkan Bussines district center, atau pariwisata, atau superblock –itu tuh
yang suka diiklanin di metro tiap minggu-. Kesimpulannya...Planner itu harus
cakep –apaan si?-, hehe, coret. Tepatnya planner itu penghubung antar disiplin
ilmu.
Itulah Wajah Seorang Planner... J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar