Dalam
beberapa referensi tentang perencanaan partisipatif, terdapat beberapa
kesamaan tahapan dalam proses perencanaan. Secara umum, setidaknya ada 4
(empat) tahapan yang harus diperhatikan oleh para perencana, yaitu:
1.Tahapan Pengkondisian (prepatory action) Tahap
awal ini sangat penting untuk menjaminkeberhasilan proses partisipatif.
Situasi dan kondisi wilayah atau kota yang akan direncanakan harus
dapat mencerminkan terciptanya suasana yang menceritakan tentang
agenda-agenda kegiatan perencanaan tata ruang di kota/wilayah mereka,
seperti misalnya pembicaraan di warung kopi, pangkalan ojek, tempat gaul
anak muda, dan seterusnya. Contoh masa pengkondisian yang ideal adalah
seperti pada saat pemilihan kepala daerah (pilkada), dimana hampir semua
pojok kota dihiasi oleh berbagai promosi para kandidat. Substansi yang
paling penting pada masa ini adalah bahwa urgensi proses perencanaan
sangat penting untuk menentukan masa depan kota/wilayah mereka pada 20
tahun mendatang. Oleh karena itu, perencana harus dapat berperan aktif
menciptakan kondisi tersebut, terutama dalam berinteraksi dengan tokoh
masyarakat, media massa, tokoh agama, dan lain-lain. Perencana harus
mampu meyakinkan masyarakat bahwa proses penataan ruang tersebut penting
untuk perikehidupan kota/wilayah tersebut.
2.Tahapan Pembentukan Forum Stakeholder (key penting
untuk dapat menjamin suksesnya pelaksanaan proses perencanaannya nanti.
Menurut Friedmann (2001), setidaknya ada 3 (tiga) aktor yang terlibat,
yaitu:
- Politisi dan Pemerintah (politicians and bureaucrats) yang mewakili lembaga pemerintahan pada setiap level wilayah,
- Dunia Usaha (corporate capital) baik yang bersifat trans-nasional maupun domestik, dan
- organisasi kemasyarakatan (civil society),
seperti
misalnya keluarga, organisasi keagamaan, klub hobi, NGO, dan lain-lain.
Food Fest kemang yang selalui ramai dikunjungi oleh anak muda. sumber :
image.travebuddy.com Substansi yang paling penting dalam tahapan ini
adalah pemilihan perwakilan dari ketiga aktor tersebut (representative system).
Secara umum, kriteria yang harus dipenuhi oleh wakil-wakil dari ketiga
aktor tersebut, antara lain adalah harus mampu menyampaikan aspirasi
kelompoknya (people voice), memiliki pengaruh di dalam kelompoknya (influenced people), dan memiliki kepentigan dalam pembangunan kota/wilayah di sana (interested people) Oleh
karena itu, peran perencana di sini sangat vital dalam menyeleksi
partisipan yang memenuhi criteria tersebut diatas, selain mendesain tata
laksana dan sistem kerja forum penataan ruang tersebut. Perencana juga
harus mampu menguraikan tugas dan fungsi dari masing-masing perwakilan
stakeholder tersebu
3.Tahapan Pemilihan Media Partisipasi (participatory tools) Menurut Amerasinghe, Farrell, Jin, Shin, and Stelljes (2008), setidaknya ada 7 (tujuh) jenis instrument partisipasi, yaitu pengumuman terbuka (notice and comment), dengar-pendapat publik (public hearing), diskusi kelompok terfokus (focus group discussion), workshop partisipatif (Participatory Workshops), konsultasi penasehat (Citizen Advisory Committees), perundingan juri (Citizen Juries), dan pemilihan langsung (Referenda).
Pemilihan instrumen didasarkan pada kriteria-kriteria, seperti
karakteristik dan pengetahuan masyarakat, waktu yang tersedia, serta
kemampuan dan kapasitas pemerintah dan perencana. Oleh karena itu,
perencana mempunyai peran untuk dapat menilai instrumen mana yang paling
tepat untuk digunakan dalam proses perencanaan tersebut. Tidak menutup
kemungkinan untuk dapat digunakan lebih dari satu instrumen dalam satu
proses perencanaan. Kemampuan perencana untuk memodifikasi instrument
tersebut agar lebih sesuai dengan kultur budaya kota/wilayah tersebut
juga sangat diperlukan agar menghasilkan produk yang partisipatif.
4.Tahapan Pembentukan Forum Pakar (Expert’s Choice) Tahapan
ini diperlukan apabila dalam media partisipasi yang dilaksanakan tidak
menghasilkan kesepakatan dalam waktu yang direncanakan. Untuk dapat
memberikan pilihan-pilihan yang lebih bervariatif, obyektif, dan tepat
sasaran, maka dibutuhkan pendapat pakar yang memiki kompetensi dan
kapasitas dalam permasalahan atau kebijakan yang akan dipilih. Jadi,
Forum pakar ini dibentuk untuk menghasilkan lebih banyak pilihan dan
lebih informatif (well-informed choice) kepada para partisipan (stakeholder) dalam
proses pengambilan keputusan nantinya. Oleh karena itu, peran perencana
adalah harus mampu memfasilitasi terciptanya variasi pilihan yang lebih
informatif untuk mencegah kebuntuan dalam proses pengambilan keputusan
rencana tata ruang (Siregar, 2009). Perencana juga harus mampu berperan
sebagai koordinator yang akomodatif (inclusive) terhadap pendapat maupun pandangan dari berbagai disiplin kepakaran yang terlibat dalam proses tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar