BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang Mubiyarto (1994) membagi tipologi desa
tertinggal di Propinsi Jawa Tengah ke dalam sembilan tipologi berdasarkan
komoditas basis pertanian dan kegiatan mayoritas petani pada desa tersebut.
Kesembilan karakteristik desa adalah desa persawahan, desa lahan kering, desa
perkebunan, desa peternakan, desa nelayan, desa hutan, desa industri kecil,
desa buruh industri, serta desa jasa dan perdagangan. Pembangunan desa akan
semakin menantang di masa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin
terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih demokratis. Akan tetapi desa sampai
kini, masih belum beranjak dari profil lama, yakni terbelakang dan miskin.
Meskipun banyak pihak mengakui bahwa desa mempunyai peranan yang besar bagi
kota, namun tetap saja desa masih dipandang rendah dalam hal ekonomi ataupun
yang lainnya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila pembangunan pedesaan harus
menjadi prioritas utama dalam segenap rencana strategi dan kebijakan
pembangunan di Indonesia. Jika tidak, maka jurang pemisah antara kota dan desan
akan semakin tinggi terutama dalam hal perekonomian. Adapun sasaran pokok
pembangunan pedesaan adalah tercipanya kondisi ekonomi rakyat di pedesaan yang
kukuh, dan mampu tumbuh secara mandiri dan berkelanjutan. Sasaran pembangunan
pedesaan tersebut diupayakan secara bertahap dengan langkah: pertama,
peningkatan kualitas tenaga kerja di pedesaan; kedua, peningkatan kemampuan
aparatur pemerintah desa; ketiga, penguatan lembaga pemerintah dan lembaga
masyarakat desa; keempat, pengembangan kemampuan sosial ekonomi masyarakat
desa; kelima, pengembangan sarana dan prasarana pedesaan; dan keenam,
pemantapan keterpaduan pembangunan desa berwawasan lingkungan. Pembangunan
Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan
pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan
lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang
dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia
(kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian
objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh
mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan desa. Salah satu
misi yang diusung oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah membangun harmonisasi antara berbagai
kutub perencanaan yang ada, yaitu perencanaan teknokratis, perencanaan politis,
perencanaan partisipatif. Muara akhir dari upaya tersebut adalah terakomodirnya
aspirasi dan kebutuhan berbagai stakeholders dalam penyusunan perencanaan dan
penganggaran pembangunan.
Realitas yang ada menunjukkan bahwa kutub perencanaan
teknokratis dan perencanaan politis masih mendominasi alokasi anggaran pembangunan
daerah. Sementara di lain pihak, hasil-hasil perencanaan partisipatif yang
merupakan representasi aspirasi masyarakat masih kurang mendapat tempat dalam
pembagian alokasi anggaran pembangunan. Ketimpangan tersebut tidak hanya
memunculkan persoalan manajerial perencanaan saja, tetapi lebih jauh dari itu,
telah muncul anggapan bahwa pengalokasian anggaran pembangunan daerah kurang
mampu mengakomodir kepentingan dan aspirasi masyarakat. Permasalahan yang
mengakibatkan munculnya ketimpangan berbagai kutub perencanaan tersebut adalah
rendahnya mutu proses dan mutu hasil perencanaan partisipatif. Disamping itu,
hasil-hasil perencanaan partisipatif belum mampu dikanalisasi untuk mewarnai
hasil perencanaan teknokratis dan perencanaan politis. Berangkat dari kenyataan
tersebut diatas, maka upaya memperkuat proses perencanaan partisipatif
dipandang sebagai langkah strategis dalam mewujudkan harmonisasi perencanaan
dan penganggaran pembangunan. Perbaikan tersebut meliputi aspek metodologi,
kualitas proses dan dukungan pendampingan yang memadai. Panduan Pelaksanaan
Musrenbang Desa ini diharapkan dapat membantu terwujudnya proses
Musrenbang Desa yang lebih berkualitas. B. Tujuan Adapun
sasaran pokok pembangunan pedesaan adalah tercipanya kondisi ekonomi rakyat di
pedesaan yang kukuh, dan mampu tumbuh secara mandiri dan berkelanjutan. Sasaran
pembangunan pedesaan tersebut diupayakan secara bertahap dengan langkah:
pertama, peningkatan kualitas tenaga kerja di pedesaan; kedua, peningkatan
kemampuan aparatur pemerintah desa; ketiga, penguatan lembaga pemerintah dan
lembaga masyarakat desa; keempat, pengembangan kemampuan sosial ekonomi
masyarakat desa; kelima, pengembangan sarana dan prasarana pedesaan;
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kebijakan Kebijakan
adalah pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam
melaksanakan (memanage) suatu program untuk mencapai tujuan tertentu.
Perencanaan adalah semua kegiatan (planning) yang dilakukan sebelum melakukan
suatu kegiatan, dari suatu program proyek, yakni menentukan tujuan objective,
tujuan antara, kebijakan, prosedur dan program. Sukirno (1985) mengemukakan
pendapatnya tentang konsep pembangunan, mempunyai 3 sifat penting, yaitu :
proses terjadinya perubahan secara terus menerus, adanya usaha untuk menaikkan
pendapatan perkapita masyarakat dan kenaikan pendapatan masyarakat yang terjadi
dalam jangka waktu yang panjang. Menurut Todaro (1998) pembangunan bukan hanya
fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi
materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan
idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan
masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan
sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen
ekonomi maupun non ekonomi. Todaro (1998) menambahkan bahwa pembangunan ekonomi
telah digariskan kembali dengan dasar mengurangi atau menghapuskan kemiskinan,
ketimpangan dan pengangguran dalam kontenks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi
negara yang sedang berkembang. Rostow (1971) juga menyatakan bahwa pengertian
pembangunan tidak hanya pada lebih banyak output yang dihasilkan tetapi juga
lebih banyak output daripada yang diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya,
pembangunan melalui tahapan-tahapan : masyaralat tradisional, pra kondisi lepas
landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi
besar-besaran. Kunci diantara tahapanini adalah tahap lepas landas yang
didorong oleh satu atau lebih sektor. Pesatnya pertumbuhan sektor utama ini
telah menarik bersamanyabagian ekonomi yang kurang dinamis. Menurut Hanafiah
(1892) pengertian pembangunan mengalami perubahan karena pengalaman pada tahun
1950-an sampai tahun 1960-an menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi
pada kenaikan pendapatan nasional tidak bisa memecahkan masalah pembangunan.
Hal ini terlihat dari taraf hidup sebagian besar masyarakat tidak mengalami
perbaikan kendatipun target kenaikan pendapatan nasional per tahun meningkat.
Dengan kata lain, ada tanda-tanda kesalahan besar dalam mengartikan istilah
pembangunan secara sempit.
· 4 Akhirnya disadari bahwa pengertian
pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar bagaimana menaikkan pendapatan
nasional saja. Pembangunan ekonomi itu tidak bisa diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi
dan taraf hidup masyarakatnya. Berbagai sudut pandang dapat digunakan untuk
menelaah pembangunan pedesaan. Menurut Haeruman (1997), ada dua sisi pandang untuk
menelaah pedesaan, yaitu: 1. Pembangunan pedesaan dipandang sebagai suatu
proses alamiah yang bertumpu pada potensi yang dimiliki dan kemampuan
masyarakat desa itu sendiri. Pendekatan ini meminimalkan campur tangan dari
luar sehingga perubahan yang diharapkan berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang. 2. isi yang lain memandang bahwa pembangunan pedesaan sebagai suatu
interaksi antar potensi yang dimiliki oleh masyarakt desa dan dorongan dari
luar untuk mempercepat pemabangunan pedesaan. 3. Pembangunan desa adalah proses
kegiatan pembangunan yang berlangsung didesa yang mencakup seluruh aspek
kehidupan dan penghidupan masyarakat. Menurut peraturan Pemerintah Republik
Indonesia no : 72 tahun 2005 tentang desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh
pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya dan menurut ayat (3) bahwa dalam
menyusun perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan
desa. Tujuan Perencanaan Pembangunan sebagai berikut: 1. Mengkoordinasikan
antar pelaku pembangunan. 2. Menjamin sinkronisasi dan sinergi dengan
pelaksanaan Pembangunan Daerah. 3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan dan Pengawasan. 4. Mengoptimalkan Partisipasi
Masyarakat 5. Menjamin tercapainya penggunaan Sumber Daya Desa secara efisien,
efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Kebijakan perencanaan pembangunan desa
merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau
dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan di desa yang
mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat
mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
· 5 2.2. Pembagian Desa Berdasarkan Tahap
Pembangunannya Sebelum mengetahui kebijakan yang harus dibuat dalam pembangunan
sebuah desa maka harus dikenali terlebih dahulu jenis desanya. Oleh karena itu,
akan dipaparkan desa berdasarkan tahap pembangunannya sebagai berikut: 2.2.1.
Desa Primitif Belum mengalami sentuhan perubahan kebudayaan (sivilisasi)
manusia. Contoh: desa-desa di Irian Jaya, penduduknya masih menggunakan koteka,
desa-desa masyarakat tertinggal di Riau dan Jambi (Orang Sakai), Desa-desa
orang baduy di Jawa Barat dan desa-desa masyarakat Dayak di Kalimantan dengan cara
bertani berpindah-pindah. Ciri-cirinya antara lain: Masyarakat terisoler, belum
bersentuhan dengan kehidupan modern atau sangat sedikit bersentuhan Cara
bertani sangat primitif, menanam ubi, berburu, bakar hutan, pertanian
berpindah- pindah Belum ada yang bersekolah atau baru mulai satu-satu.
Kebanyakan masih memakai alat-alat primitive buatan tangan Keper cayaan umumnya
belum agama, tetapi masih berupa aliran kepercayaan 2.2.2. Desa tradisonal
Beberapa ciri-cirinya; Sudah mengalami sentuhan dengan kehidupan modern, tetapi
adopsi kebudayaan baru lambat, umumnya terisolir Tingkat kemajuan lambat, masih
tahap prakapitalis Pertumbuhan produksi hamper nol atau stagnan Masih kuat
memegang tradisi lamat, adat istiadat, ritual yang berakar dalam Kehidupan
kelompok cukup kuat; masih ada hubungan patron clien alam kepemimpinan desaatau
pemimpin marga, tokoh adat atau pedagang desa dan tuan tanah desa. Sudah ada
kepala desa diangkat pemerintah atau dipilih maasyrakat, namun kalu tidak
sesuai pola hubungan patron klien kurang berhasil. Pendidikan lemah dan adopsi
tegnologi baru dan hubungan dengan dunia luar lemah. Sebagian besar desa
tradisional masyarakatnya bersifat subsistem atau produksi untuk pasaar belum
berkembang. Penggunaan uang masih terbatas. Alat menabung masih fisik, seperti
ternak atau emas. Juga berkeinginan menabung masih rendah.
· 6 2.2.3. Desa Transisonal Ciri-cirnya adalah:
Kontak dengan dunia luar sudah cukup besar, seperti ke pasar, ke sekolah
bekerja ke kota/ tempat lain atau melalui perpindahan penduduk, termasuk
urbanisasi. Banyak mengadopsi tegnologi baru, siap menerima pembaharuan,
penyuluhan dan pendidikan Produktivitas kegiatan ekonomi, seperti pertanian,
peternakan mengalami peningkatan Proses produksi sedang mengalami perubahan
cukup berat, melalui adopsi tegnologi Komersialisasi sudah cukup tinggi, pasar
digunakan untuk menjual hasil dan membeli input produksi Penggunaan tenaga
kerja luar dan adanya pasar upah tenaga kerja mulai berkembang Tabungan
berkembang dan sebagian dalam bentuk ruang 2.2.4. Desa Maju/Modern
Ciri-cirinya: Memanfaatkan tegnlogi baru Produksi berorientasi pasar. Sebagian
besar dijual untuk pasar sehingga jenis komoditi yang diproduksi selalu
disesuaikan dengan keadaan harga pasar. Tujuan produksi adalah untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya. Mulai menerapkan sistem Agribisnis Paradigma
Pertanian berubah menjadi Agribisnis dan Agroindustri dan perdagangan
berkembang. Masyarakat sangat menghargai pedidikan, bersedia melakukan human
investment Masyarakat sudah mengadopsi kehidupan di kota. Perbedaannya kegiatan
ekonominya adalah berbasis pedesaan seperti pertanian, industry desa,
pertambangan, pariwisata dan lain-lain. 2.3. Tinjauan Konsep dan Implementasi
Proses Perencanaan Pembangunan (P5d) Konsep dan Proses Berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 9 tahun 1982, pelaksanaan pembangunan
daerah dilaksanakan melalui suatu proses yang relatif baku yaitu Proses
Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian Pembangunan (P5D). Proses P5D dimulai
dari tingkat bawah (masyarakat) dalam bentuk Musyawarah Pembangunan Desa
(Musbangdes), yang kemudian dilanjutkan dengan Musyawarah Unit Daerah Kerja
Pembangunan (UDKP) di tingkat Kecamatan, Rapat Koordinasi Pembangunan
(Rakorbang) Kabupaten, Rakorbang Propinsi, dan berakhir dengan Rakorbang
Nasional.
· 7 Mekanisme P5D, secara konsepsual telah
mencoba melibatkan masyarakat semaksimal mungkin, dan mencoba memadukan
perencanaan dari masyarakat (Bottom up planing) dengan perencanaan
Dinas/Instansi sektoral (Top down planning).Akan tetapi, dari berbagai
literatur dan hasil penelitian (P3P Unram, 2001; Siregar, 2001, Team Work
Lapera, 2001; Hadi, Hilyana dan Hayati, 2003) diperoleh gambaran bahwa
implementasi perencanaan pembangunan selama ini belum partisipatif seperti konsep
dan kebijakan yang dikembangkan Pemerintah. Perencanaan dari atas lebih
mendominasi hasil perencanaan. Hasil penelitian Hadi, Hilyana dan Hayati (2003)
di tiga desa di Pulau Lombok, menemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan Musbangdes dan forum-forum perencanaan pembangunan di tingkat desa,
hanya 10 % yang terlibat aktif, 50 % kadang-kadang terlibat, sedangkan 40 %
tidak pernah dilibatkan. Namun dalam pelaksanaan program-program pembangunan,
sebagian besar anggota masyarakat terlibat aktif, baik sebagai pelaksana maupun
penerima manfaat. Sedangkan dalam pengawasan hasil-hasil pembangunan desa,
keterlibatan masyarakat sangat kecil.Kenyataan ini menunjukkan bahwa berbagai
keputusan umumnya sudah diambil dari atas, dan sampai ke masyarakat dalam
bentuk sosialisasi yang tidak bisa ditolak. Masyarakat hanya sekedar objek
pembangunan yang harus memenuhi keinginan Pemerintah, belum menjadi subyek
pembangunan, atau masyarakat belum ditempatkan pada posisi inisiator (sumber
bertindak). Mekanisme perencanaan P5D cenderung menjadi ritual, menjadi semacam
rutinitas formal, tidak menyentuh substansi dan kehilangan makna hakikinya.
Pelaksanaan Musbangdes terkesan hanya seremonial, sehingga masyarakat merasakan
kejenuhan mengikuti Musbangdes. Hasil penelitian P3P Unram (2001) menemukan
bahwa usulan masyarakat dalam Musbangdes hanya sebagian kecil yang terakomodir
dalam forum perencanaan supra desa. Keterwakilan masyarakat dalam forum- forum
perencanaan yang ada sangat kurang. Hal ini karena peserta musyawarah dalam
forum perencanaan yang dilaksanakan lebih didasarkan pada keterwakilan yang
bersifat formal, sehingga susunan pesertanya didominasi para birokrat dan unsur
lembaga formal. Dari sisi perencanaan jangka menengah dan jangka panjang,
Pemerintah Kabupaten/Kota telah memiliki berbagai dokumen perencanaan (seperti
Program Pembangunan Lima Tahun Daerah/Propeda, Rencana Strategis/Renstra, dan
Rencana Umum Tata Ruang Wilayah/RUTRW) dan seharusnya menjadi pedoman dalam
penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada). Akan tetapi
dokumen-dokumen perencanaan tersebut tidak tersosialisasikan,sehingga hal ini
mengakibatkan perencanaan dilaksanakan tanpa perspektif yang jelas. Seringkali
terjadi Repetada sebagai pedoman mengenai arah dan kebijaksanaan penyusunan
program dan proyek disusun setelah RAPBD disyahkan sehingga
· 8 kehilangan fungsi substansifnya. Sementara
itu, menurut Asmara (2001) komitmen dan orientasi pelanggan (public driven)
dalam sistemprogramming sektoral, belum mantap. Hal ini karena budaya birokrasi
berdasarkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik seperti akuntabilitas,
responsibilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan kepentingan publik belum
melembaga dengan baik. Akibatnya jaminan pengakomodasian usulan dari bawah
sangat kurang. 2.4. Upaya Meningkatkan Kualitas Perencanaan Pembangunan di
Tingkat Desa Paradigma lama pembangunan perdesaan pada masa sebelum era otonomi
adalah bagaimana melaksanakan program-program pemerintah yang datang dari atas.
Program pembangunan desa lebih banyak dalam bentuk proyek dari atas, dan sangat
kurang memperhatikan aspek keberlanjutan pembangunan desa dan partisipasi
masyarakat. Sebagian besar kebijakan Pemerintah bernuansa “top-down”, dominasi
Pemerintah sangat tinggi, akibatnya antara lain banyak terjadi pembangunan yang
tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, tidak sesuai dengan potensi dan
keunggulan desa, dan tidak banyak mempertimbangkan keunggulan dan kebutuhan
lokal. Kurang terakomodirnya perencanaan dari bawah dan masih dominannya perencanaan
dari atas, menurut Asmara, H., (2001) adalah karena kualitas dan hasil
perencanaan dari bawah lemah, yang disebabkan beberapa faktor antara lain: 1.
Lemahnya kapasitas lembaga-lembaga yang secara fungsional menangani
perencanaan; 2. Kelemahan identifikasi masalah pembangunan; 3. Dukungan data
dan informasi perencanaan yang lemah; 4. Kualitas sumberdaya manusia khususnya
di desa yang lemah; 5. Lemahnya dukungan pendampingan dalam kegiatan
perencanaan, dan 6. Lemahnya dukungan pendanaan dalam pelaksanaan kegiatan
perencanaan khususnya di tingkat desa dan kecamatan. 2.5. Sasaran Pembangunan
Desa Pembangunan desa hendaknya mempunyai sasaran yang tepat, sehingga sumber
daya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Beberapa
sasaran yang dapat dikembangkan atau dicapai dalam suatu pembangunan desa
adalah sebagai berikut: a. Pengembangan Ekonomi Kerakyatan. Pembangunan ekonomi
kerakyatan pada intinya adalah mengelola seluruh potensi ekonomi yang menguasi
hajat hidup orang banyak dengan menerapkan prinsip atau asas ekonomi
kerakyatan.
· 9 Program-program pembangunan ekonomi
kerakyatan yang dapat dikembangkan di desa adalah: 1. Program Pemberdayaan
Usaha Kecil Perdesaan dengan kegiatan berupa penyediaan kredit tanpa bunga. 2.
Pembangunan pertanian dalam arti luas dalam rangka meningkatkan ketersediaan
pangan dan meningkatkan pendapatan petani, nelayan dan peternak 3. Pengembangan
dan pemberdayaan koperasi serta pengusaha mikro kecil dan menengah melalui
pembinaan pengusaha kecil, pengembangan industri kecil dan pembangunan
prasarana dan sarana ekonomi desa. 4. Pengembangan potensi dan pemanfaatan
teknologi tepat guna dalam rangka menunjang industri kecil perdesaan. b.
Pengembangan Sumberdaya Manusia yang handal Sumber Daya Manusia memegang peranan
penting dalam proses pembangunan desa. Semakin tinggi kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) maka semakin mendorong kemajuan suatu desa. Program-program yang
dapat dikembangkan diantaranya: 1. Program pengembangan pendidikan 2. Program
peningkatan pelayanan kesehatan 3. Pembinaan generasi muda, seni budaya, pemuda
dan olah raga 4. Program perluasan lapangan kerja dan kesempatan kerja. 5.
Pembinaan kehidupan beragama 6. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan
masyarakat c. Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Pembangunan infrastruktur
diharapkan mampu mendukung prioritas pembangunan lainnya, khususnya
pengembangan ekonomi kerakayatan dan peningkatan kualitas SDM. Program
pembangunan infrastruktur pada dasarnya adalah pembangunan sarana dan prasarana
yang mampu memberikan pelayanan guna mendukung kegiatan ekonomi produktif,
pelayanan sosial, kegiatan sosial kemasyarakatan dan meningkatkan aksesibilitas
untuk menciptakan keterkaitan ekonomi antar wilayah. Beberapa program yang
dapat dikembangkan dalam membangun infrastruktur pedesaan adalah: Membuka
isolasi daerah-daerah yang terisolasi dengan pembangunan jalan-jalan perdesaan.
Pembangunan prasarana perekonomian dan pertanian Pembangunan prasarana
pemerintahan desa/kelurahan
· 10 2.6. Masalah-masalah Dalam Pembangunan
Masalah yang dikemukakan oleh Chayanov dan boeke, terutama didasarkan atas
sistem sosial atau kebudayaan yang berakar dalam yang membuat Teori Ekonomi
Modern seolah-olah tidak dapat diterapkan di desa-desa atau masyarakat seperti
ini. Tetapi selain masalah yang berasal dari sistem sosial atau kebudayaan,
sebenarnya banyk masalah lain yang menyebabkan timbulnya masalah pembangunan
desa pada desa-desa tradisional, masalah- masalah tersebut terutama adalah: 1.
Masalah pertumbuhan penduduk penduduk yang berat, sehingga pemilikan tanah
semakin berkurang, terutama pada wilayah yang terbatas lahannya (Sumber Daya
Alam) 2. Tingkat Pendidikan rendah yang menyebabkan adopsi tegnologi rendah dan
stagnansi produk juga masalah lain yang bisa timbul dengan serius seperti
masalah kesehatan, rendahnya produktivitas kerja dan masalah kepemimpinan desa.
3. Keterisolasian desa yang membuat hubungan dengan dunia luar sulit dan lambat
dan tidak dapat memanfaatkan keuntungan dengan dunia luar Masalah-masalah yang
terjadi di desa Transisional adalah: 1. Masalah pertumbuhan penduduk yang cepat
(sama dengan desa Tradisional) 2. Masalah pertanahan timbul, karena hubungan
dengan dunia luar 3. Tingkat pendidikan rendah (Sama dengan desa tradisional)
4. Tingkat adopsi tegnologi yang mudah dan tidak tersedianya tegnologi spesifik
local 5. Keterisolasian desa dan lambatnya pembangunan prasarana jalan 6.
Masalah pembangunan prasarana lain seperti irigasi, drainase 7. Masalah
pemasaran hasil-hasil pertanian 8. Masalah pengadaan modal untuk pembaharuan
usaha-usaha pertanian (perkreditan dan akumulasi modal) Masalah ini perlu
dimengerti keadaannya, baik pada desa tradisional maupun pada desa transisional
agar kebijakan dan perencanaan pembangunan desa dapat dibuat dengan cukup lebih
baik. Pemerintahan Desa dalam menyelenggarakan kewenangannya dibidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan untuk mewujudkan kemandirian serta
kesejahteraan masyarakat belum dapat optimal karena terdapat berbagai
permasalahan, seperti; 1. Terlalu cepatnya perubahan berbagai peraturan
perundang-undangan sehingga menimbulkan kebingungan ditingkat pelaksana dan
terkadang peraturan perundang- undangan yang dibutuhkan kurang lengkap dan
memadai; 2. Fasilitasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah masih sering
terlambat; 3. Terbatasnya tingkat kesejahteraan para penyelenggaran
pemerintahan desa;
· 11 4. Sebagian kualitas aparat pemerintahan
desa masih terbatas dalam menggalang partisipasi masyarakat, menumbuhkan
keswadayaan dan kemandirian dalam membangun, memanfaatkan, memelihara serta
mengembangkan hasil-hasil pembangunan; 5. Sangat terbatasnya sarana dan
prasarana pemerintahan desa 6. Belum terdapat kepastian mengenai kewenangan dan
sumber pendapatan 2.7. Kebijakan Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Bertolak
dari permasalahan diatas, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan untuk
memberdayakan, memantapkan, menguatkan Pemerintahan Desa. Kebijakan dimaksud
antara lain: a. Pemantapan kerangka aturan b. Penataan kewenangan dan standar
pelayanan minimal Desa; c. Pemantapan kelembagaan; d. Pemantapan administrasi
dan keuangan Desa; e. Peningkatan sumber daya manusia penyelenggara
pemerintahan desa dan f. Peningkatan kesejahteraan para penyelenggara
pemerintahan desa. Untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana diurai diatas,
program prioritas yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
meliputi: a. Pemantapan kerangka aturan: Lingkup kegiatannya yaitu; mempercepat
penyelesaian Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Desa, Peraturan
Kepala Desa dan Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa yang sesuai dengan
prinsip keanekaragaman, demokratisasi, otonomi, partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat. b. Penataan organisasi dan kewenangan: Lingkup kegiatannya yaitu;
penataan organisasi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
Lembaga Kemasyarakatan Desa beserta kewenangan yang harus dimilikinya; c.
Pemantapan sumber pendapatan dan kekayaan desa: Lingkup kegiatannya yaitu;
penataan manajemen perimbangan keuangan antara Kabupaten/Kota dengan Desa
terutama mengenai alokasi dana desa, upaya peningkatan pendapatan asli desa,
upaya penga-daan bantuan dari pemerintah dan pemerintah provinsi kepada desa,
pembentukan badan usaha milik desa serta peningkatan dayaguna dan hasil guna
aset yang dimiliki maupun yang dikelola oleh desa. d. Penataan sistem informasi
dan administrasi pemerintahan desa yang mudah, cepat, dan murah terutama yang
berkaitan dengan kebutuhan dasar.
· 12 e. Pemantapan dan pengembangan kapasitas:
Lingkup kegiatannya yaitu; meningkatkan kapasitas Kepala Desa, Perangkat Desa,
anggota Badan Permusyawaratan Desa agar lebih mampu menyelenggarakan pelayanan
kepada masyarakat secara demokratis, transparan dan akuntabel berdasarkan
nilai-nilai sosial budaya setempat. f. Pengadaan sarana dan prasarana: Lingkup
kegiatannya yaitu; penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan desa yang
memadai dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan
masyarakat yang terdepan. Beberapa program-program pembangunan pedesaan yang
pernah dilaksanakan, misalnya program bidang pangan, program Inpres Desa
Tertinggal, dan Program Pengembangan Terpadu Antar Desa ( PPTAD ) merupakan
dalah satu upaya pemerintah dalam rangka mengembangkan pedesaan dalam mengejar
ketertinggalannya dari perkotaan. Guna mendorong peningkatan pangan,
program-program pembangunan yang pernah dilaksanakan adalah KOGM (Komando
Gerakan Makmur), Bimas (Bimbingan Massal, Innas (Intensifikasi Massal), Insus
(Intensifikasi Khusus), dan Supra Insus. Selain itu guna menyokong program pangan,
pemerintah menyediakan bantuan Kredit Usaha Tani ( KUT ) bagi para petani dalam
memberikan permodalan dalam pengelolaan lahannya. Akan tetap program-program
tersebut belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani karena harga beras lokal
masih relative lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras impor. Sedangkan
dana penGembalian LUT sampai saat ini banyak yang menunggak karena petani tidak
mampu membayar cicilan tersebut. Adapun program IDT dan PPTAD lebih cenderung
pada pembangunan fisik saja sehingga penekanan terhadap pembangunan masyarakat
umum kurang tersentuh. Padahal berbagai persoalan yang membutuhkan penanganan
pembangunan masyarakat desa sesungguhnya sangat mendesak, seperti
ketertinggalaan desa dari kota hampIr di segala bidang, tidak terakomodasinya
keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam program-program pemerintah, dan
kualiatas pendidikan dan kesejahteraan masih rendah. Berdasarkan pengalaman
tersebut sudah seharusnya pendekataan pembangunan pedesaan mulai diarahkan
secara integral dengan mempertimbangkan kekhasan daerah baik dilihat dari sisi
kondisi, potensi dan prospek dari masing-masing daerah. Namun di dalam
penyusunan kebijakan pembangunan pedesaan secara umum dapat dilihat dalam tiga
kelompok (Haeruman, 1997), yaitu : a. Kebijakan secara tidak langsung diarahkan
pada pendiptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya pembangunan
pedesaan yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana dan
prasarana pendukung (pasar, pendidikan,
· 13 kesehatan, jalan, dan lain sebagainya),
penguatan kelembagaan, dan perlindungan terhadap aktivitas sosial ekonomi
masyarakat melalui undang- undang. b. Kebijakan yang langsung diarahkan pada
peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan. c. Kebijakan khusus
menjangkau masyarakat melalui upaya khusus, seperti penjaminan hukum melalui
perundang-undangan dan penjaminan terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Di samping itu kebijakan pembangunan pedesaan harus dilaksanakan melalui
pendekatan sektoral dan regional. Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu
dimulai dengan pernyataan yang mengkut sektor apa yang perlu dikembangkan untuk
mencapai tujuan pembangunan. Berbeda dengan pendekatan sektoral, pendekatan
regional lebih menitik beratkan pada daerah mana yang perlu mendapat prioritas
untuk dikembangkan, baru kemudian sektor apa yang sesuai untuk dikembangkan di
masing-masing daerah. Di dalam kenyataan, pendekatan regional sering diambil
tidak dalam kerangka totalitas, melainkan hanya untuk beberapa daerah tertentu,
seperti daerah terbelakang, daerah perbatasan, atau daerah yang diharapkan
mempunyai posisi trategis dalam arti ekonomi-politis.
· 14 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kebijakan
perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan
ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan
(memanage) pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan
penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu
keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan
akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola
yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga),
intelegensia (kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan
tetapi pencapaian objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak
ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan
desa. Pengertian pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar bagaimana
menaikkan pendapatan nasional saja. Pembangunan ekonomi itu tidak bisa
diartikan sebagai kegiatan- kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan
kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya. Pembagian desa menurut tahap
pembangunannya terbagi atas: 3.1 saran makalah ini masih memiliki berbagai
kekurangan olehnya itu saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
· 15 DAFTAR PUSTAKA
Arief, Budiman, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Penerbit Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta Adjid, D.A. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat Perdesaan dalam
Pembangunan Pertanian Berencana. Orba Shakti. Bandung Effendi, tadjudin N dan
Chris manning. 1991. Rural Development and Non-Farm Employment in Java. Resource
system Institute. East-West Center. Fu-Chen Lo. 1981. Rural-Urban Relations and
Regional Development. The United nations Centre for Regional Development.
Maruzen Asia Pte. Ltd. Singapore Ginanjar Kartasasmita. 1996. Pembangunan untuk
Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta Soekadijo, R., G.
1984. Tendensi dan Tradisi dalam Sosiologi Pembangunan. Penerbit : PT Gramedia,
Jakarta. Soekanto, S. 1983. Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial. Penerbit
: PT Ghalia Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar