Pages - Menu

Rabu, 11 Desember 2013

sistem sosial nasional





- Penggunaaan sistem dapat dikelompokkan dalam 2 bagian besar yaitu:
1. Yang menunjuk kepada sesuatu entitas (wujud benda baik yang bersifat abstrak, kongkrit maupun yang besifat konseptual). Misalnya: mobil, lembaga, manusia, alam semesta dll.
2. Yang menunjuk sebagai suatu metode kata sistem mempunyai makna metodologik. Misalnya: sistem investasi, sistem kontrol, sistem permainan dll.
- Latar belakang penyajian mata kuliah sistem sosial Indonesia:
Penyajian mata kuliah sistem sosial Indonesia didorong oleh suatu kebutuhan perlunya suatu gambaran yang menyeluruh tentang masyarakat Indonesia. Pada masa-masa yang lalu pengetahuan tentang masyarakat Indonesia hanya dipelajari secara fragmentaris. Untuk itu sudah waktunya disusun suatu konsep tentang masyarakat kita secar utuh dan bulat yaitu suatu masyarakat Indonesia.
- 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam rumusan sistem sosial:
1. Bahwa dalam setiap Sistem Sosial terdapat sejumlah orang dan kegitannya.
2. Orang-orang dan kegiatannya tersebut saling berhubungan secara timbal balik.
3. Hubungan yang bersifat timbal balik tersebut bersifat tetap.
- Orientasi motivasional ialah yang menunjuk pada keinginan individu yang bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi kekecewaan.
- Orientasi nilai ialah yang menunjukkan pada standar-standar normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu (alat dan tujuan) dan prioritas sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda.
- 4 persyaratan Fungsional yang harus dipenuhi oleh setiap sistem sosial menurut kerangka A-G-I-L:
A = Adaptation (adaptasi) yang menunjuk kepada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungan.
G = Goal Attainment, merupakan persyaratan fungsional yang muncul dari pandangan Persons bahwa tindakan itu diharapkan diarahkan pada tujuannya.
I = Integration (integrasi) merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para anggota dalam suatu sistem sosial.
L = Latent Pattern Maintenance, konsep Latent menunjuk pada berhentinya interaksi.
- 7 anggapan dasar dari structural fungsional approach:
1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
2. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik.
3. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cendrung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis.
4. Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka yang panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi.
5. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara graduil (perlahan-lahan) melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner.
6. Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam kemungkinan:
a. Penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra systemic change).
b. Pertumbuhan melalui proses differensiasi strukturil dan fungsionil.
c. Penemuan-penemuan baru oleh anggota masyarakat.
7. Faktor yang paling penting memiliki daya mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah konsensus daripada para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
- 4 anggapan dasar dari konflik approach:
1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir atau dengan kata lain perubahan sosial merupaka gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.
2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya atau dengan kata lain konflik adalah merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.
3. Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubanah sosial.
4. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang-orang yang lain.
- Masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sam lain di dalam suatu kesatuan politik.
- 6 sifat dasar dari suatu masyarakat majemuk menurut Pierre L.Van dan Berghe:
1. Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer.
3. Kurang mengembagkan konsensus daripada anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
4. Secara relatif sering kali mengalami konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lain.
5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab pluralitas masyarakat Indonesia:
• Keadaan Geografis yang membagi wilayah Indonesia atas kurang lebih 3.000 pulau yang terserak disuatu daerah equator sepanjang kurang lebih 3.000 mil dari Timur ke Barat dan lebih dari 1.000 mil dari Utara ke Selatan.
• Indonesia terletak diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia.
- Ciri umum yang melekat pada Ethnic Group di Indonesia:
1. Terdapatnya kesatuan bahasa atau paling tidak logat.
2. Terdapatnya kesamaan tata cara, adat istiadat, sikap dan ukuran-ukuran yang diperoleh secara turun temurun.
3. Keadaan atau kesatuan wilayah yang ditempati atau paling tidak mereka merasa mempunyai wilayah asal yang sama.
4. Persamaan kesamaan atau kesatuan keturunan, baik secara sesungguhnya ataupun hanya dugaan-dugaan yang berdasarkan mitos-mitos yang ada pada ethnic tersebut.
- Hakekat hubungan manusia dengan alam, mengandung bahwa:
1. Tunduk kepada kodrat alam, dengan bergantung kepada anugerah alam, tanpa menganggapnya sebagai perbuatan yang bernilai tinggi.
2. Mencari keserasian dengan alam, dengan menyesuaikan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan kodrat alam, sebagai perbuatan yang bernilai baik.
3. Menguasai alam, dengan berdaya upaya dengan segala kemampuan untuk memanfaatkan atau menaklukkan potensi alam, bagi keperluan manusia sebagai hal yang bernilai tinggi.
- Menurut R. William. Liddle masalah integrasi nasional mencakup dua dimensi yaitu:
1. Dimensi horisontal, berupa masalah oleh karena adanya perbedaan suku, ras, agama, aliran dsb.
2. Dimensi vertikal, berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang pemisah (gap) antara golongan elit nasional yang sangat kecil jumlahnya dengan mayoritas terbesar rakyat biasa (massa).




Deskripsi Sistem Sosial Budaya Indonesia (SSBI)

Sistem Sosial Budaya Indonesia mendeskripsikan tentang pengertian Sistem Sosial Budaya, pengertian pranata sosial, budaya dan masyarakat Indonesia, karakter dan pendekatan sistem sosial budaya, karakter masyarakat, pluralisme sebagai realitas objektif masyarakat Indonesia, faktor-faktor penentu Sistem Sosial Budaya Indonesia. Ditelaah pula teori-teori teori-teori sistem sosial budaya, realitas hubungan sistem sosial budaya dengan lingkungan, pengaruh adat istiadat dan kebudayaan terhadap struktur sosial Indonesia.

Pada sisi lain, dalam kuliah Sistem sosial budaya sekaligus menyoroti keragaman (kemajemukan) suku bangsa dan agama dalam masyarakat Indonesia. Tentu kondisi plural tidak terlepas dari masalah perbedaan, pertentangan, perselisihan dan konflik yang dihadapi bangsa Indonesia sebagai negara berkembang. Sistem sosial dan budaya demikian terwujud dalam struktur masyarakat yang unik, di mana integrasi nasional justeru ditentukan oleh interaksi dan kohesi antar keragaman sosial budaya. Meskipun tak sedikit pula perkembangan pluralisme menimbulkan masalah yang mengancam integrasi nasional, namum ada strategi interaksi dan komunikasi sosial budaya untuk memelihara, merevitalisasi dan mengentaskan disintegritas. Ada pula kaitan kajian sosial budaya dengan perkembangan struktur organisasi dan kepartaian di Indonesia, yang nampak kian menembus makna demokratis tanpa batas.
Dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, kebudayaan atau budaya Indonesia semakin tidak di perhatikan keberadaanya, bahkan belakangan ini banyak sekali budaya Indonesia yang diklaim oleh pihak lain, lantaran mereka tahu kalau pemiliknya kurang peduli. Padahal Indonesia adalah Negara yang kaya, subur dan seharusnya juga makmur, termasuk kemakmuran budaya dan etnis yang beranekaragam. Dari sudut pandang Sistem Sosial dan Budaya di Indonesia, pada kenyataannya dalam kurun waktu yang singkat telah banyak unsur-unsur budaya yang terlepas dari bingkainya, terjadi pengikisan makna budaya di mana-mana dan telah terjadi penyimpangan-penyimpangan dari kemurnian Sistem Sosial dan Budaya Indonesia.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, ternyata telah memperlancar arus masuknya budaya asing yang tak terkendali. Dalam kondisi terbuka tanpa filter, tanpa prinsip yang kuat, rendahnya sosialisasi, tanpa pemeliharaan nilai-nilai budaya, dan rendahnya kepedulian terhadap pelestarian budaya nasional, maka budaya bangsa ini akan tergilas dan punah. Bukan bangsa lain yang harus dipersalahkan, akan tetapi bangsa sendiri yang tidak menjaga nilai-nilai luhur kebudayaannya. Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka bangsa Indonesia akan kehilangan jatidirinya sebagai negara yang kaya raya akan budayanya. Oleh karena itu, pentingnya mengikuti mata kuliah sistem sosial dan budaya Indonesia ini agar generasi muda dapat mengenal, mengetahui dan memahami lebih dalam tentang pentingnya melestarikan ciri khas budaya bangsa ini.

Setelah mengikuti matakuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia ini, mahasiswa mampu mengenal dan mengidentifikasi berbagai masalah yang timbul di dalam proses pembangunan di Indonesia. Paling tidak secara umum mengetahui dan memahami bahwa Indonesia mempunyai paling banyak ragam budaya dengan penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa/etnis. Kekayaan budaya dan suku bangsa merupakan salah satu kebanggaan Indonesia, oleh karena itu agar tak luntur oleh infiltrasi budaya asing, maka anak bangsa ini amat perlu memahaminya dengan mempelajari dan memahami sistem sosial budaya Indonesia.
Secara umum kontek manusia sebagai mahkluk sosial dan makhluk
budaya, tidak terlepas dari peran yang harus dijalankannya untuk
berhubungan dengan orang lain dalam sebuah sistem yang disebut
masyarakat.

Jadi Tujuan SSBI secara umum adalah untuk mengkaji Sistem Sosial
dan Sistem Budaya yang ada di masyarakat Indonesia dan bagaimana
manusia mengembangkan kepribadiannya sebagai mahkluk sosial dan
mahkluk budaya, sehingga mampu menanggapi secara kritis dan
berwawasan luas tentang masalah sosial budaya, serta mampu
menyelesaikannya secara arif dan manusiawi.

Secara Khusus:
1. Mempertajam kepekaan terhadap sosial budaya dan lingkungan
sosial budaya terutama untuk kepentingan profesi.
2. Memperluas pandangan tentang masalah sosial budaya dan masalah
kemanusiaan serta mengembangkan kemampuan daya kritis terhadap
kedua masalah tersebut.
3. Menghasilkan calon pemimpin bangsa dan negara yang tidak bersifat
kedaerahan dan tidak terkotak-kotak oleh disiplin ilmu yang ketat
dalam menanggapi dan menangani masalah dan nilai-nilai dalam
lingkungan sosial budaya.
4. Meningkatkan kesadaran terhadap nilai manusia dan kehidupan
manusiawi.
5. Membina kemampuan berpikir dan bertindak objektif untuk
menangkal pengaruh negatif yang dapat merusak lingkungan sosial
budaya.
                                                          

                                                                                                    
                                                                                 

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik.
1. Horizontal
Ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan social berdasarkan perbedaan suku-bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan.
2. Vertical
Strktur maysrakat Indonesia ditandai adanya perbedaan2 vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup dalam.

Perbedaan2 suku-bangsa, perbedaan2 agama, adat dan kedaerahan sering kali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Istilah masyarakat majemuk (plural societies) ini diperkenalkan oleh J.S. Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada zaman Hindia-Belanda. Plural societies yaitu suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain dalam kesatuan politik. Masyarakat Indonesia zaman Hindia Belanda tersebut adalah tipe masyarakat tropis dimana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras.


Orang Belanda yang minoritas adalah penguasa yang memerintah bagian amat besar orang-orang Indonesia pribumi yang menjadi warga Negara kelas tiga di negerinya sendiri. Golongan orang-orang Tionghoa, sebagai golongan terbesar diantara orang-orang timur asing lainnya, menempati kedudukan menengah di antara kedua golongan tersebut diatas.

Dalam kehidupan politik dan ekonomi, tanda yang jelas pada plural societies tersebut adalah tidak adanya kehendak bersama (common will). Orang-orang Belanda datang ke Indonesia untuk bekerja dan bukan untuk menetap. Mereka bertindak sebagai kapitalis atau majikan bagi buruh-buruh mereka di Indonesia. Orang-orang timur asing, seperti Tionghoa, juga datang tidak lebih karana motif ekonomi. Sementara bagi orang-orang Indonesia pribumi, kehidupan mereka tidak lebih dari kehidupan pelayan dinegeri sendiri.
Karena penggolongan masyarakat berdasarkan perbedaan ras, maka pola produksi pun terbagi atas perbedaan ras, dimana masing-masing ras memiliki fungsi produksi tersendiri. Orang-orang Belanda dalam bidang perkebunan, penduduk Indonesia pribumi dalam bidang pertanian dan orang-orang Tionghoa sebagai kelas pemasaran atau perantara diantara kedua ras tersebut.

Masyarakat Indonesia zaman itu merupakan masyarakat yang tumbuh diatas dasar kasta, tetapi tanpa ikatan agama. Orang-orang Belanda, Tionghoa dan Indonesia pribumi melalui agama, kebudayaan dan bahasa mereka masing-masing mempertahankan dan memelihara pola fikiran dan cara hidup masing-masing. Hasilnya adalah berupa masyarakat (Indonesia) yang secara keseluruhan tidak memiliki kehendak bersama.
Jika di dalam setiap masyarakat selalu terjadi konflik kepentingan, misalnya antara desa dan kota, antara kaum modal dan kaum buruh, maka pada masyarakat majemuk konflik kepentingan tersebut menjadi lebih tajam lagi, terutama karena adanya perbedaan kepentingan ekonomi,social, politik berdasarkan perbedaan ras.

Akan tetapi sejak Indonesia memperoleh kemerdekaan pada tanggl 17 Agustus 1945, golongan Eropa yang sebelumnya menduduki kedudukan yang sangat penting di dalam masyarakat Indonesia kemudian terlempar di lura system social kemasyarakatan Indonesia. Sejak itu pluralitas yang terjadi terutama di dalam internal orang Indonesia pribumi mengalami perubahan yang sangat signifikan.

Apabila perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama dan regional merupakan dimensi-dimensi horizontal daripada struktur masyarakat Indonesia, maka dimensi vertical struktur masyarakat Indonesia adalah tumbuhnya polarisasi social berdasarkan kekuatan politik dan ekonomi. Kontras antara masyarakat atas dan bawah menjadi lebih lebar. Apabila masyarakat atas diisi oleh oleh sedikit orang yang relatif menguasai ekonomi (memiliki kekayaan) dan posisi politis yang baik, maka lapisan bawah diisi oleh sejumlah besar orang dengan posisi ekonomi dan politis yang lemah. Tumbuhnya ketimpangan tersebut berakar dari struktur ekonomi Indonesia pada zaman Hindia Belanda yang digambarkan sebagai “dual economy”.

Dalam struktur ekonomi demikian, dua macam sector ekonomi yang berbeda watak berhadapan satu sama lain. Sektor pertama berupa struktur ekonomi modern yang secara komersial bersifat lebih canggih (sophisticated), bersentuhan dengan lalu lintas perdagangan Internasional yang didorong oleh motif2 memeproleh keuntungan maksimal (yang sebelumnya dikuasai oleh orang-orang Eropa dan Tionghoa) serta berpusat di kota-kota metropolitan. Sementara yang kedua berupa struktur ekonomi pedesaan yang bersifat tradisional yang menurut teori ekonomi modern berorientasi pada sikap-sikap konservatif, didorong oleh motif2 memeilihara keamanan dan kelanggengan system yang ada, tidak berminat pada usaha2 memperoleh keuntungan dan penggunaan sumber2 secara maksimal, dan lebih berorientasi pada memenuhi kepuasan dan kepentingan social daripada rangsangan kekuatan Internasional.








Masyarakat Majemuk, Masyarakat Multikultural, dan Minoritas: Memperjuangakan Hak-hak Minoritas 
Parsudi Suparlan
Universitas Indonesia
Masyarakat Majemuk
Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong sebagai minoritas selalu didiskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara legal dan formal, seperti yang terjadi di negara Afrika Selatan sebelum direformasi atau pada jaman penjaajhan Belanda dan penjaajhan Jepang di Indonesia. Dan, ada yang didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Dalam tulisan singkat ini akan ditunjukkan bahwa perjuangan hak-hak minoritas hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia kita perjuangkan untuk dirubah menjadi masyarakat multikultural. Karena dalam masyarakat multikultural itulah, hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai. Tulisan ini akan dimulai dengan penjelasan mengenai apa itu masyarakat Indonesia majemuk, yang seringkali salah diidentifikasi oleh para ahli dan orang awam sebagai masyarakat multikultural. Uraian berikutnya adalah mengenai dengan penjelasan mengenai apa itu golongan minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan golongan dominan, dan disusul dengan penjelasan mengenai multikulturalisme. Tulisan akan diakhiri dengan saran mengenai bagaimana memperjuangkan hak-hak minoritas di Indonesia.

Masyarakat Majemuk Indonesia
Masyarakat majemuk terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional, yang biasanya dilakukan secara paksa (by force) menjadi sebuah bangsa dalam wadah negara. Sebelum Perang Dunia kedua, masyarakat-masyarakat negara jajahan adalah contoh dari masyarakat majemuk. Sedangkan setelah Perang Dunia kedua contoh-contoh dari masyarakat majemuk antara lain, Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan, dan Suriname. Ciri-ciri yang menyolok dan kritikal dari masyarakat majemuk adalah hubungan antara sistem nasional atau pemerintah nasional dengan masyrakat suku bangsa, dan hubungan di antara masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional. Dalam perspektif hubngan kekuatan, sistem nasional atau pemerintahan nasional adalah yang dominan dan masyarakat-masyarakat suku bangsa adalah minoritas. Hubungan antara pemerintah nasional dengan masyarakat suku bangsa dalam masyarakat jajahan selalu diperantarai oleh golongan perantara, yang posisi ini di hindia Belanda dipegang oleh golongan Cina, Arab, dan Timur Asing lainnya untuk kepentingan pasar. Sedangkan para sultan dan raja atau para bangsawan yang disukung oleh para birokrat (priyayi) digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan penguasaan. Atau dipercayakan kepada para bangsawan dan priyayi untuk kelompok-kelompok suku bangsa yang digolongkan sebagai terbelakang atau primitif.

Dalam masyarakat majemuk dengan demikian ada perbedaan-perbedaan sosial, budaya, dan politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang membedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang minoritas. Dalam masyarakat Hindia Belanda, pemerintah nasional atau penjajah mempunyai kekutan iliter dan polisi yang dibarengi dengan kekuatan hukum untuk memaksakan kepentingan-kepentingannya, yaitu mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia. Dalam struktur hubungan kekuatan yang berlaku secara nasional, dalalm penjajahan hindia Belanda terdapat golongan yang paling dominan yang berada pada lapisan teratas, yaitu orang Belanda dan orang kulit putih, disusul oleh orang Cina, Arab, dan Timur asing lainnya, dan kemuian yang terbawah adalah mereka yang tergolong pribumi. Mereka yang tergolong pribumi digolongkan lagi menjadi yang tergolong telah menganl peradaban dan meraka yang belum mengenal peradaban atau yang masih primitif. Dalam struktur yang berlaku nasional ini terdapat struktur-struktur hubungan kekuatan dominan-minoritas yang bervariasi sesuai konteks-konteks hubungan dan kepentingan yang berlaku.

Dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia, pemerintah penajajahan Jepang yang merupakan pemerintahan militer telah memposisikan diri sebagai kekuatan memaksa yang maha besar dalam segala bidang kehidupan masyarakat suku bangsa yang dijajahnya. Dengan kerakusannya yang luar biasa, seluruh wilayah jajahan Jepang di Indonesia dieksploitasi secara habis habisan baik yang berupa sumber daya alam fisik maupun sumber daya manusianya (ingat Romusha), yang merupakan kelompok minoritas dalam perspektif penjajahan Jepang. Warga masyarakat Hindia Belanda yang kemudian menjadi warga penjajahan Jepang menyadari pentingnya memerdekakan diri dari penjajahan Jepang yang amat menyengsarakan mereka, emmerdekakan diri pada tanggal 17 agustus tahun 1945, dipimpin oleh Soekarno-Hatta.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yang disemangati oleh Sumpah Pemuda tahun 1928, sebetulnya merupakan terbentuknya sebuah bangsa dalam sebuah negara yaitu Indonesia tanpa ada unsur paksaan. Pada tahun-tahun penguasaan dan pemantapan kekuasaan pemerintah nasional barulah muncul sejumlah pemberontakan kesukubangsaan-keyakinan keagamaan terhadap pemerintah nasional atau pemerintah pusat, seperti yang dilakukakn oleh DI/TII di jawa Barat, DI/TII di Sulawesi Selatan, RMS, PRRI di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Permesta di Sulawesi Utara, dan berbagai pemberontakan dan upaya memisahkan diri dari Republik Indonesia akhir-akhir ini sebagaimana yang terjadi di Aceh, di Riau, dan di Papua, yang harus diredam secara militer. Begitu juga dengan kerusuhan berdarah antar suku bangsa yang terjadi di kabupaten Sambas, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Maluku yang harus diredam secara paksa. Kesemuanya ini menunjukkan adanya pemantapan pemersatuan negara Indonesia secara paksa, yang disebabkan oleh adanya pertentangan antara sistem nasional dengan masyarakat suku bangsa dan konflik di antara masyarakat-masyarakat suku bangsa dan keyakinan keagamaan yang berbeda di Indonesia.

Dalam era diberlakukannya otonomi daerah, siapa yang sepenuhnya berhak atas sumber daya alam, fisik, dan sosial budaya, juga diberlakukan oleh pemerintahan lokal, yang dikuasai dan didominasi administrasi dan politiknya oleh putra daerah atau mereka yang secara suku bangsa adalah suku bangsa yang asli setempat. Ini berlaku pada tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten dan wilayah administrasinya. Ketentuan otonomi daerah ini menghasilkan golongan dominan dan golongan minoritas yang bertingkat-tingkat sesuai dengan kesukubangsaan yang bersangkutan. Lalu apakah itu dinamakan minoritas dan dominan?

Hubungan Dominan-Minoritas
Kelompok minoritas adalah orang-orang yang karena ciri-ciri fisik tubuh atau asal-usul keturunannya atau kebudayaannya dipisahkan dari orang-orang lainnya dan diperlakukan secara tidak sederajad atau tidak adil dalam masyarakat dimana mereka itu hidup. Karena itu mereka merasakan adanya tindakan diskriminasi secara kolektif. Mereka diperlakukan sebagai orang luar dari masyarakat dimana mereka hidup. Mereka juga menduduki posisi yang tidak menguntungkan dalam kehidupan sosial masyarakatnya, karena mereka dibatasi dalam sejumlah kesempatan-kesempatan sosial, ekonomi, dan politik. Mereka yang tergolong minoritas mempunyai gengsi yang rendah dan seringkali menjadi sasaran olok-olok, kebencian, kemarahan, dan kekerasan. Posisi mereka yang rendah termanifestasi dalam bentuk akses yang terbatas terhadap kesempatan-kesempatan pendidikan, dan keterbatasan dalam kemajuan pekerjaan dan profesi.

Keberadaan kelompok minoritas selalu dalam kaitan dan pertentangannya dengan kelompok dominan, yaitu mereka yang menikmati status sosial tinggi dan sejumlah keistimewaan yang banyak. Mereka ini mengembangkan seperangkat prasangka terhadap golongan minoritas yang ada dalam masyarakatnya. Prasangka ini berkembang berdasarkan pada adanya (1) perasaan superioritas pada mereka yang tergolong dominan; (2) sebuah perasaan yang secara intrinsik ada dalam keyakinan mereka bahwa golongan minoritas yang rendah derajadnya itu adalah berbeda dari mereka dantergolong sebagai orang asing; (3) adanya klaim pada golongan dominan bahwa sebagai akses sumber daya yang ada adalah merupakan hak mereka, dan disertai adanya ketakutan bahwa mereka yang tergolong minoritas dan rendah derajadnya itu akan mengambil sumberdaya-sumberdaya tersebut.

Dalam pembahasan tersebut di atas, keberadaan dan kehidupan minoritas yang dilihat dalam pertentangannya dengan dominan, adalah sebuah pendekatan untuk melihat minoritas dengan segala keterbatasannya dan dengan diskriminasi dan perlakukan yang tidak adil dari mereka yang tergolong dominan. Dalam perspektif ini, dominan-minoritas dilihat sebagai hubungan kekuatan. Kekuatan yang terwujud dalam struktur-struktur hubungan kekuatan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat-tingkat lokal. Bila kita melihat minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan mayoritas maka yang akan dihasilkan adalah hubungan mereka yang populasinya besar (mayoritas) dan yang populasinya kecil (minoritas). Perspektif ini tidak akan dapat memahami mengapa golongan minoritas didiskriminasi. Karena besar populasinya belum tentu besar kekuatannya.

Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada tindakan-tindakan perlakuakn yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang berbeda secara askriptif oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan sosial askriptif adalah suku bangsa (termasuk golongan ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama), gender atau golongan jenis kelamin, dan umur. Berbagai tindakan diskriminasi terhadap mereka yang tergolong minoritas, atau pemaksaan untuk merubah cara hidup dan kebudayaan mereka yang tergolong minoritas (atau asimilasi) adalah pola-pola kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat majemuk. Berbagai kritik atau penentangan terhadap dua pola yang umum dilakukan oleh golongan dominan terhadap minoritas biasanya tidak mempan, karena golongan dominan mempunyai kekuatan berlebih dan dapat memaksakan kehendak mereka baik secara kasar dengan kekuatan militer dan atau polisi atau dengan menggunakan ketentuan hukum dan berbagai cara lalin yang secara sosial dan budaya masuk akal bagi kepentingan mereka yang dominan. Menurut pendapat saya, cara yang terbaik adalah dengan merubah masyarakat majemuk (plural society) menjadi masyarakat multikultural (multicultural society), dengan cara mengadopsi ideologi multikulturalisme sebagai pedoman hidup dan sebagai keyakinan bangsa Indonesia untuk diaplikasikan dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Multikulturalisme dan Kesederajatan
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu sukubangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat.

Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, mau tidak mau harus bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Sehingga setiap orang Indoensia nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung jawab sebagai orang warga negara Indonesia, sebagai warga sukubangsa dankebudayaannya, tergolong sebagai gender tertentu, dan tergolong sebagai umur tertentu yang tidak akan berlaku sewenang-wenang terhadap orang atau kelompok yang tergolong lain dari dirinya sendiri dan akan mampu untuk secara logika menolak diskriminasi dan perlakuakn sewenang-wenang oleh kelompok atau masyarakat yang dominan. Program penyebarluasan dan pemantapan ideologi multikulturalisme ini pernah saya usulkan untuk dilakukan melalui pendidikakn dari SD s.d. Sekolah Menengah Atas, dan juga S1 Universitas. Melalui kesempatan ini saya juga ingin mengusulkan bahwa ideologi multikulturalisme seharusnya juga disebarluaskan dan dimantapkan melalui program-program yang diselenggarakan oleh LSM yang yang sejenis.

Mengapa perjuangan anti-diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas dilakukan melalui perjuangan menuju masyarakat multikultural? Karena perjuangan anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk berbeda dapat dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena digolongkan sebagai sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan. Perjuangan politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal di samping kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya. Logika yang masuk akal tersebut ada dalam multikulturalisme dan dalam demokrasi.

Upaya yang telah dan sedang dilakukan terhadap lima kelompok minoritas di Indonesia oleh LSM, untuk meningkatkan derajad mereka, mungkin dapat dilakukan melalui program-program pendidikan yang mencakup ideologi multikulturalisme dan demokrasi serta kebangsaan, dan berbagai upaya untuk menstimuli peningkatan kerja produktif dan profesi. Sehingga mereka itu tidak lagi berada dalam keterbelakangan dan ketergantungan pada kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat setempat dimana kelompok minoritas itu hidup.


 MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN


Kita sering mendengar jenis-jenis masyarakat, seperti masyarakat desa dan masyarakat kota. Jelas desa dan kota mempunyai mempunyai perbedaan baik secara fisik dan secara sosial.
Istilah desa sering kali ditandai dengan kehidupan yang tenang, jauh dari keramaian, penduduknya yang ramah tamah, saling kenal satu sama lain, mata pencaharian penduduknya kebanyakan sebagai petani atau nelayan. Dalam keadaan sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar pemeliharaan sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong-menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kesenian, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat, kehidupan moral, dll. Akan tetapi justru dengan berdekatan, mudah terjadi konflik atau persaingan yang bersumber dari peristiwa kehidupan sehari-hari seperti sengketa tanah, gengsi, perkawinan, perbedaaan antara kaum muda dan tua serta antara pria dan wanita.
Masyarakat Pedesaan
Persekutuan hidup yang paling kecil dimulai ketika manusia primitif mencari makan dengan berburu, sebagai migrator, dan nomad berjumlah 100-300 orang. Perkembangan peertanian menyebabkan lahirnya kehidupan yang menetap pada suatu tempat dengan sifat yang khas, yaitu kekeluargaan dan kolektifitasndalam pembgian tanah dan penggarapannya, kesatuan ekonomis untuk kebutuhannya.
Menurt Koentjaraningratsutu masyarakat desa menjadi suatu persekutuanhidup dan kesatuan sosial didasarkan atas dua macam prinsip:
·         prinsip hubungan kekerabatan (geneologis)
·         prinsip hubungan tinggal dekat (teritorial)
Prinsip ini tidak lengkap yang mengikat adanya aktifitas tidak disertakan yaitu :
·         tujuan khusus yang ditentukan faktor ekologis
·         prinsip yang datang dari atas oleh aturan undang-undang
Perbedaan masyarakat Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaan
Kehidupaan masyarakat desa berbeda dengan masyarakat kota. Perbedaan yang paling mendasar adalah keadaan lingkungan, yang mengakibatkan dampak terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan. Kesan masyarakat kota terhadap masyarakat desa adalah bodoh, lambat dalam berpikir dan bertindak, serta mudah tertipu dsb. Kesan seperti ini karena masyarakat kota hanya menilai sepintas saja, tidak tahu, dan kurang banyak pengalaman.
Untuk memahami masyarakata pedesaan dan perkotaan tidak mendefinisikan secara universal dan obyektif. Tetapi harus berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tingal dalam suatu daerah tertentu, ikatan atas dasar unsur-unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdepensi, adanya norma-norma dan kebudayaan.
Masyarakat pedesaan ditentukan oleh bentuk fisik dan sosialnyya, seperti ada kolektifitas, petani iduvidu, tuan tanah, buruh tani, nelayan dsb.
Masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan masing-masing dapat diperlakukan sebagai sistem jaringan hubungan yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat lain. Jadi perbedaan atau ciri-ciri kedua masyarakat tersebut dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenotas, perbedaan sosisal, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem lainnya.
1. Lingkungan Umum dan Orientasi terhadap Alam
Masyarakat pedesaan dikaitkan dengan alam karena letak geografisnya. Penduduk yang tinggal didesa ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam dalam pola berfikir dan falsafah hidupnya. Seperti pada bercocok tanam dan masa panen, atau nelayan yang pergi melaut tentu akan didesuaikan dengan siklus alamnya.
2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian
Pada umumnya mata pencaharian pedesaan adalah bertani dan nelayan dan berdagang merupakan pekerjaan sekunder dari non pertanian. Sebab beberapa daerah tidak lepas dari kegiatan usaha atau industri. Dalam masyarakat kota lebih spesial, dan spesialisasi itu berkembang menjadi manajer, ketua pimpinan dalam birokrasi.
3. Ukuran Komunitas
Komunitas pedesaan lebih kecil daripada komunitas perkotaan. Pekerjaan di bidang pertanian, perimbangan tanah dengan manusia cukup tinggi dibandingkan dengan industri, dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah per kilometer perseginya. Tanah pertanian luasnya bervariasi.
4. Kepadatan Penduduk
Di desa kepadatan lebih rendah dibandingkan denga kota. Kepadatan suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri. Contonya dalam perubahan-perubahan pemukiman, dari penghuni satu keluarga menjadi pembangunan multikeluarga dengan flat/apartemen.
5. Homogenitas dan heterogenitas
Homogenitas dalam pedesaan diwujudkan dalam bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan prilaku. Sebaliknya di kota heterogenitas tampak dalam orang-orang dengan macam-macam subkultur dan kesenangan, kebudayaan, mata pencaharian. Kota mempunyai daya tarik dalam hal pendidikan, komunitas,transportasi seehingga kota tempat berkumpul bebagai kelompok etnis.
6. Diferensiasi Sosial
Kemajemukan kota berindikasi terhadap diferensiasi sosial. Tersedianya segala fasilitas, hal-hal yang beguna, perumahan, pendidikan, rekreasi, agama, dan bisnis menyebabkan adanya pembagian pekerjaan dan adanya saling ketergantungan. Ini terbalik dengan kehidupan masyarakat pedesaan yangtingkaat homogenitas alaminya cukup tinggi.
7. Pelapisan Sosial
Kelas sosial dalam masyarakat digambarkan dengan “piramida sosial” yaitu status sosial yang tinggi ditempatkan paling atas. Beberapa perbedaan “pelapisan sosial tak resmi” antara masyarakat desa dengan masyarakat kota :
·         pada masyarakat kota aspek kehidupan pekerjaan,ekonomi, dan sosial politiknya lebih komplek daripada di desa.
·         Pada masyarakat desa kesenjangan dalm pirimida sosial tidak terlalu besar, sedangkan dikota jelas sekali perbedaan kesenjangannya.
·         Pada masyarakat pedesaan di tingkat kelas menengah, sebab orang kaya dan miskin urban ke kota.
·         Ketentuan kasta dan contoh-contoh perilaku di indonesia masih berlaku di Bali.Dalam kitab suci orang Bali masyarakat tebagi menjadi empat kasta, yaitu Brahmana, Satria, Vesia, dan Sudra. Gelar-gelar itu diwariskan secara patrilineal. Mereka tinggal bersama di desa atau di kota dengan cara dan gaya hidup yang sama. Gelar tidak ada sangkut pautnya dengan mata pencaharian (Koentjaraningrat, 1981). Beberapa contoh di masyarakat perbedaan pelapisan sosialnya banyak ditentukan atas dasar pemilikan tanah, misalnya :
·         Menurut Ter Haar (1960) dibedakan
1. golongan pribumi pemilik tanah (sikep, kuli, baku, atau gogol);
2. golongan yang hanya memiliki rumah dan pekarangan saja, atau tanah pertanian (indung atau lindung);
3. golongan yang hanya memiliki rumah saja di atas pekarangan orang lain, dan mencari nafkah (numpang);
·         Menurut M Jaspan (1961) di daerah Yogyakarta dibedakan menurut
1. golongan yang memiliki tanah pekarangan dan sawah (kuli kenceng)
2. golongan yang memiliki tanah sawah saja (kuli gundul)
3. golongan yang memiliki pekarangan saja (kulli karang kopel)
4. golongan yang memliki rumah saja diatas tanah orang lain (indung telosor)
·         Menurut Koentjaraningrat (1964) mengenal pe;apisan yang sedikit menggunakan
1. keturunan cikal bakal desa dan pemilik tanah (kentol)
2; pemilik tanah di luar golongan kentol (kuli)
3. yang tak memiliki tanah
·         Menurut J.M. Van der Kroef (1956) dan C.B. Tripathi (1957) dibedakan menurut :
1 lapisan pertama adalah golongan elite desa, yaitu penguasa desa yang menguasai tanah bengkok, bersama golongan pemilik tanah yasan
2. lapisan kedua adalah kuli kenceng yaitu mereka yang mempunyai rumah sendiri, pekarangan sendiri, dan menguasai bagian sawah komunal.
3. lapisan ketiga adalah kuli kendo yaitu mereka yang mempunyai rumah dan pekarangan sendiri, tetapi belum mempunyai bagian sawah
4. lapisan keempat mereka yaang mempunyai tanah pertanian tetapi tidak memiliki rumah dan pekarangan (gundul) jumlah lapisan ini sedikit
5. lapisan kelima ialah mereka yang mempunyai tanah pertanian, tidak mempunyai pekarangan, tetapi mempunyai rumah sendiri yang didirikan di pekarangan orang lain disebut magersari. Bekerja sebagai petani
6. lapisan terbawah mereka yang sama sekali tak memilliki apapun kecuali tenaganya.
Istilah dari daerah ke daerah berbeda, dan kriteria berkisar sekitar milik tanah pertanian, atau pekarangan dan juga rumah
8. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya; mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya; mobilitas teritorial dari desa ke kota, dari kota ke desa, atau di daerah desa dan kota sendiri.
Mobilitas sering terjadi dikota dibanding pedesaan dan segi-segi penting mobilitas tersebut itu adalah :
·         Banyak penduduk yang pindah kamar atau rumah ke kamar atau rumah lain, karena sistem kontrak yang terdapat dikota, dan di desa tidak demikian.
·         Waktu yang tersedia bagi penduduk kota untuk bepergian per satuan penduduk lebih banyak bila dibandingkan dengan penduduk desa.
·         Bepergian setiap hari di dalam atau diluar daan pusat penduduk , di daerah kota lebih besar dibandingkan dengan penduduk di desa
·         waktu luang dikota lebih sedikit dibandingkan di daerah pedesaan
Hal lain mobilitas atau perpindahan penduduk dari desa ke kota/urbansisasi lebih banyak ketimbang dari kota ke desa.
9. Intereaksi Sosial
Tipe interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras baik aspek kuantitas maupun kualitasnya diantaranya ;
a.       Masyarkat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobiitas sosialny rendah, maka kontak pribadi per induvidu lebih sedikit. Juga kontak dengan radio, televisi, majalah , poster, koran, dan media lain yang lebih sophisticated.
b.      Penduduk kota lebih serig kontak tetapi cenderung lebih formal, dan tidak bersifat pribadi, tetapi melalui tugas atau kepentingan lain.
10. Pengawasan sosial
Tekanan sosial oleh masyarakat desa lebih kuat karena bersifat pribadi dan ramah tamah, dan keadaan masyarakatnya homogen. Penyesuaian terhadap norma-norma sosial lebih tinggi dengan tekanan sosial informal dan nantinya dapat sebagai pengawasan sosial.
11. Pola Kepemimpinan
Kepemimpinan di desa dinilai berdasarkan kualitas pribadi. Misalnya karena kesalehan, kejujuran, jiwa pengorbanannya, dan pengalamannya. Kriteria ini melekat terus pada generasi berikutnya, maka kriteria pun akan menentukan kepemimpinan di pedesaan.
12. Standar Kehidupan
Berbagai fasilitas dan sarana akan membahagiakan kehidupan apabila disediakan dan cukup nyata dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat. Di kota dengan konsentrasi dan jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuha tersebut, sedangkan didesa tidak harus demikian.
13. Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial atau kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan dan perkotaan ban yak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda. Dalam masyarakat pedesaan ciri-cirinya akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan dalam pengalaman, persamaan tujuan dimana hubungannya bersifat informal dan bukan bersifat kontrak sosial/ perjanjian. Dalam masyarakat desa ditemukan gotong-royong, dan musyawarah.
Sedangkan di kota terdapat perbedaanpembagian tenaga kerja, saling tergantung, spesialisasi, tidak bersifat pribadi, bermacam-macam perjanjian serta hubungannya bersifat formal.
Jiwa musyawarah terlihat dalam kehidupan bangsa indonesia. Artinya segala keputusan adalah suara terbannyak. Dimana pihak mayoritas dan minoritas saling mengurangi pendapat masing-masing.
14. Nilai dan sistem Nilai
Hal teresebut dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku. Di pedesaan masih berlaku nilai-nilai keluarga, pola bergaul, mencari jodoh. Nilai-nilai agama masih dipegang kuat. Bentuk ritual-ritul agama dikaitkan dengan proses dewasnya manusia yang dikuti upacara-upacara. Pendidikan belum merupakan nilai orientasi penuh, cukup hanya bisa baca tulis dan pendidikan agama. Dalam nilao-nilai ekonomi masih bersifat subsistem tradisional.
Hubungan Desa dan Kota
Dalam sistem penggolongan administrasi kota sebagai pusat pendominasian secara bertingkat diturunkan ke bawah, melalui sistem negara. Maka secara bertingkat kota merupakan suatu jaringan, dimana kota sebagai sebagai pusat jaringan dan desa-desa pinggiran menjadi pusat pendominasian. Kedudukan yang tidak seimbang ini tercermin dalam hubungan struktural fungsional antara kota dan desa yaitu ; desa sebagai penghasil bahan makanan, bahan mentah, penyedia tenaga kasar, sedangkan kota merupakan pelindung bagi warga desa, sebagai tempat orientasi kemajuan teknologi dan peradaban, pusat perubahan dan pembaharuan kebudayaan yang dijadikan orientasi bagi warga desa untuk perbaikan hidupnya.
Perjalanan evolusi kebudayaan sering dimulai dari pusat-pusat khusus desa yang nantinya berkembang menjadi kota besar. Bahkan adanya masyarakat pedesaan sangat penting artinya bagi proses pertumbuhan kota-kota. Hubungan ekonomi terjadi antara desa dan kota melalui beberapa jalan .
Hubungan antara desa dan kota juga dapat terorganisasi melalui pasar. Dalam sistem pasar yang besar, desa merupakan sub-sub yang disebut pasar jaringan, yang menghubungkan desa dengan daerah luar yang lebih luas. Dalam hal keamanan desa mempunyai otonomi yang luas untuk urusan dalam, kalau terpaksa baru meminta bantuan dari kota. Dalam bidang kebudayaan dan agama, orang kota terpelajar, spesialis-spesialis, sering mengabdikannya dengan menyusun suatu sistem. Jadi ada hubungan timbal balik antara antara tradisi di desa dan kota. Pengertian tradisi besar dan kecil menurut Redfield adalah : tradisi besar dari sejumlah kecil orang yang banyak berfikir, dan tradisi kecil dari orang yang tidak banyak berfikir.
Antara kota dan desa ada pebedaan sosial dan kebudayaan yang cukup besar. Asumsi orang desa bahwa kota dianggap berbahaya dan harus waspada, banyak pengetahuan dan muslihatnya. Dari segi akhlak juga berbahaya, serta mempunyai daya tarik. Kota adalah pusat kekuasaan, kekayaan, dan sekaligus pengetahuan. Sebaliknya anggapan orang kota terhadap desa adalah bodoh, kurang pengetahuan, membiarkan dirinya disalahgunakan. Tetapi desa mempunyai kelebihan yaitu kebudayaan yang asli menghayati kehidupan yang baik dan sederhana. Karena adanya perbedaan kultur sosial, diperlukan tokoh-tokoh penghubunguntuk menjembataninya. Misalnya kepala desa, alim ulama, ahli seni dan sastra dsb.
Dari uraian sebelumnya dapat dikatakan ada hubungan struktural dan fungsional antara desa dan kota, dan juga ada perbedaan yaitu perbedaan intensitas satu unsur dan perbedaan kelengkapan yang menyangkut beberapa jenis unsur.
Hubungan masyarakat desa dan kota merupakan hubungan periferal. Kedudukan desa merupakan bagian dari peradaban, yang menyupalai makanan untuk mendukung kelas penguasa politik dan keagamaan, serta kaum terpelajar/elite dari suatu tradisi besar.
                                    

Pengaruh Globalisasi Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia

A. Pengertian Globalisasi
Kata ‘globalisasi’ berasal dari kata ‘global’, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti secara keseluruhan. Beberapa pergertian lain:
Malcolm Waters
Sebuah proses social yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan social budaya menjadi kurang penting yang terjelma dalam kesadaran seseorang.
Emmanuel Ritcher
Jaringan kerja global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar dan terisolasi ke dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia.
Selo Soemarjan
Terbentuknya system organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti system dan kaidah yang sama.
The American Heritage Dictionary
Suatu tindakan/proses menjadikan sesuatu yang mendunia (inuversal)baik dalam lingkup/aplikasinya.
Wikipedia
Istilah untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dan perekonomian dunia yang dihasilkan oleh meningkat pesatnya perdagangan dan pertukaran kebudayaan.
Arti Literal
Sebuah perubahan social, berupa bertambahnya keterkaitan antara msyarakat dan elemennya……….
Pengaruh Globalisasi terhadap kehidupan Bangsa dan Negara
1. Pengaruh globalisasi Ekonomi
Kekuatan globalisasi ekonomi atau globalisasi kapitalisme adalah liberalisme ekonomi. Ilmuwan menyebutnya kapitalisme pasar bebas. Berbeda dengan kapitalisme kesejahteraan, yaitu kapitalisme yang diregulasi dan direformasi, kapitalisme ini tidak membiarkan pasar berjalan sebebas-bebasnya tanpa kendali, tapi perlu diatur agar kapitalismememberikan keuntungan dan keadilan sampai orang-orang dibawah tingakat kesejahteraan.
a. Kapitalisme
Suatu system ekonomi yang mengatur proses produksi dan distribusi barang dan jasa. Cirri-cirinya: sebagian besar sarana produksi dimiliki individu, barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang kompetitif (terbuka untuk siapa saja) dan modal diinvestasikan dalam usaha intik hasilkan laba.
b. Kenyataanya
Abad ke-19, kapitalisme pasar bebas hanya menguntungkan Negara kaya. Banyak orang yang menjadi semakin miskin karena kapitalisme ini. Kapitalisme ini telah melampaui kesederhanaan dan tenaga kerja menjadi roda dan mesin kapitalis raksasa. Pada akhir abad 20, kapitalisme mengendalikan hamper seluruh perekonomian internasional. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mendukung kapitalisme pasar bebas.
Wujud nyata globalisasi ekonomi terjadi pada aspek:
· Aspek produksi
Perusahaan dapat berproduksio di berbagai Negara dengan sasaran agar biaya prosuksi lebih rendah.
· Aspek pembiayaan Akses peroleh investasi
· Aspek tenaga kerja; perusahaan global punya manfaat tenaga kerja dari seluruh dunia.
· Aspek jaringan informasi; dengan cepat dan mudah mendapatkan informasi
· Aspek perdagangan; penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan non tariff.
2. Pengaruh globalisasi social dan budaya.
Globalisasi dapat memperluas kawasan budaya. Globalisasi dapat timbulkan dampak negative. Akibat dari pengaruh globalisasi:
Disorientasi, dislokasi atau krisis social-budaya dalam masyarakat.
Berbagai ekspresi social budaya asing yang sebenarnya tidak memiliki basis dan preseden kulturalnya.
Semakin merebaknya gaya hidup konsumerisme dan hedonisme.
Sisi negative budaya by bird (budaya gado2 tanda identitas), yaitu:
· Akibatkan erosi budaya
· Lenyapnya identitas cultural nasional dan local
· Kehilangan arah sbg bangsa yang memiliki jati diri.
· Hilangnya semangat nasionalisme dan patriotisme
· Cenderung pragmatisme dan maunya serba instant.
Menurut Anthony Giddens, dampak globalisasi:
Meningkatnya individualitas
Individualisme adalah orang secara aktif dan bebar membentuk diri mereka sendiri dan menentukan identitas mereka sendiri. Tradisi dan nilai-nilai masyarakat perlahan ditinggalkan.
Pola kerja
Pola kerja pun berubah dalam era globalisasi ini. System kerja, tujuan kerja dan proses kerja nerubah pada era global.
Kebudayaan pop
Globalisasi melahirkan homogenitas atau kesamaan budaya yang lebih besar.
3. Pengaruh globalisasi bidang politik
Globalisasi politik merupakan pergulatan global dalam mewujudkan kepentingan para pelaku yang menjalankannya. Pelaku globalisasi bidang politik:
· Semua Negara
· Organisasi antar pemerintah: ASEAN, NATO dll.
· Perusahaan internasional dan transnasional
Pemerintah nasional yang dipilih secara demokratis, tidak lagi dapat mengontrol batas-batas Negara mereka.
Globalisasi dan Risiko
1. Lingkungan
· Bergantungnya manusia pada sumber-sumber alam yang akan menyebabkan krisis lingkungan hidup.
· Polusi lingkungan: pencemaran atmosfer, pencemaran sungai oleh limbah industri.
· Masalah hutan: populasi dunia terlalu cepat dan banyak, sehingga lahan untuk perumahan dan bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan sudah mulai langka.
· Pemanasan global (global warming). Peningkatan jumlah emisi (penyinaran/pemancaran) dari industri ke atmosfer meningkatkan suhu global.
2. Kesehatan
· Dampak lapisan ozon
· Manufactured risk pada makanan: kemanjuan proses pembuatan makanan dengan zat kimia berbahaya.
3. Mayarakat risiko global
Perubahan pola pekerjaan, mundurnya tradisi dan adapt-istiadat dalam identitas diri.
Aspek Positif dan Negatif Globalisasi
1. Aspek Positif
· Globalisasi Teknologi
Berkembangnya teknologi informasi, komunikasi dan transportasi menjadi lebih efektif dan efisien.
· Globalisasi Perdagangan
Maraknya perkembangan industri sehingga lebih efektif dan efisien.
· Globalisasi Industri dan Jasa
Setiap Negara membuka peluang industri dan jasa sehingga tenaga ahli dari suatu negara dapat bekerja di negara lain.
· Globalisasi social dan budaya
Manusia dapat bergerak dinamis kemanapun berada.
· Globalisasi dan lingkungan hidup
LSM semakin kritis membahas persoalan lingkungan suatu negara.
· Globalisi Politik
Penyelenggaraan Negara dituntut transparan, demokratis dan menghargai HAM.
2. Aspek Negatif Globalisasi
· Kesenjangan ekonomi
· Negara yang perekonomiannya kuat, bersekongkol untung meraup untung sebesar-besarnya. Hal ini merugikan Negara miskin yang ekonominya lemah.
· Timbulnya fanatisme rasial, etnis dan agama dalam forum dan organisasi
· Kadar kualitas kejahatan semakin tinggi dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi.
· Mundurnya Sumber Daya Alam vital: air, hutan dan terjadinya pencemaran global.
Dampak Globalisasi bagi bangsa Indonesia:
1. Politik
· Penyebaran nilai-nilai politik barat
· Semakin lunturnya nilai politik yang berdasarkan semangat kekeluargaan, gotong-royong, musyawarah dan mufakat.
· Menguatnya nilai politik dengan semangat individualitas, kelompok, oposisi, dictator atau tirani.
· Transparansi, akuntabilitas dan professional dalam penyelenggaraan Negara semakin dapat sorotan public.
· Semakin banyaknya lahir partai politik, LSM sebagai sponsor atau penyaluran aspirasi rakyat.
2. Ekonomi
· Berlakunya the survival of the best, siapa yang memiliki modal besar akan semakin kuat.
· Pemerintah hanya sebagai regulator pengaturan ekonomi yang mekanismenya ditentukan pasar.
· Sector-sektor rakyat yang diberi subsidi semakin berkurang dan sulit berkembang.
· Kompetisi produk dan harga semakin tinggi.
3. Sosial dan budaya
· Mudahnya arus westernisasi masuk melalui media
· Memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya local dan nilai-nilai agama.
· Semakin lunturnya semangat kebersamaan masyarakat.
4. Hukum, pertahanan dan keamanan
· Menguatnya supremasi hokum, demokratisasi dan tuntutan dilaksanakannya HAM
· Menguatnya regulasi hokum dan pembuatan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan rakyat.
· Aparat hukum dituntut lebih professional, transparan dan akuntabel.
                                                                                                                                                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar