Kita sering mendengar
jenis-jenis masyarakat, seperti masyarakat desa dan masyarakat kota. Jelas desa
dan kota mempunyai mempunyai perbedaan baik secara fisik dan secara sosial.
Istilah desa sering kali
ditandai dengan kehidupan yang tenang, jauh dari keramaian, penduduknya yang
ramah tamah, saling kenal satu sama lain, mata pencaharian penduduknya
kebanyakan sebagai petani atau nelayan. Dalam keadaan sebenarnya desa masih dianggap
sebagai standar pemeliharaan sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli
seperti tolong-menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kesenian,
kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat, kehidupan moral, dll. Akan tetapi
justru dengan berdekatan, mudah terjadi konflik atau persaingan yang bersumber
dari peristiwa kehidupan sehari-hari seperti sengketa tanah, gengsi,
perkawinan, perbedaaan antara kaum muda dan tua serta antara pria dan wanita.
Masyarakat Pedesaan
Persekutuan hidup yang paling
kecil dimulai ketika manusia primitif mencari makan dengan berburu, sebagai
migrator, dan nomad berjumlah 100-300 orang. Perkembangan peertanian
menyebabkan lahirnya kehidupan yang menetap pada suatu tempat dengan sifat yang
khas, yaitu kekeluargaan dan kolektifitasndalam pembgian tanah dan
penggarapannya, kesatuan ekonomis untuk kebutuhannya.
Menurt Koentjaraningratsutu
masyarakat desa menjadi suatu persekutuanhidup dan kesatuan sosial didasarkan
atas dua macam prinsip:
·
prinsip hubungan kekerabatan (geneologis)
·
prinsip hubungan tinggal dekat (teritorial)
Prinsip ini tidak lengkap
yang mengikat adanya aktifitas tidak disertakan yaitu :
·
tujuan khusus yang ditentukan faktor ekologis
·
prinsip yang datang dari atas oleh aturan
undang-undang
Perbedaan masyarakat
Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaan
Kehidupaan masyarakat desa
berbeda dengan masyarakat kota. Perbedaan yang paling mendasar adalah keadaan
lingkungan, yang mengakibatkan dampak terhadap personalitas dan segi-segi
kehidupan. Kesan masyarakat kota terhadap masyarakat desa adalah bodoh, lambat
dalam berpikir dan bertindak, serta mudah tertipu dsb. Kesan seperti ini karena
masyarakat kota hanya menilai sepintas saja, tidak tahu, dan kurang banyak
pengalaman.
Untuk memahami masyarakata
pedesaan dan perkotaan tidak mendefinisikan secara universal dan obyektif.
Tetapi harus berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya
sejumlah orang, tingal dalam suatu daerah tertentu, ikatan atas dasar
unsur-unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdepensi,
adanya norma-norma dan kebudayaan.
Masyarakat pedesaan
ditentukan oleh bentuk fisik dan sosialnyya, seperti ada kolektifitas, petani
iduvidu, tuan tanah, buruh tani, nelayan dsb.
Masyarakat pedesaan maupun
masyarakat perkotaan masing-masing dapat diperlakukan sebagai sistem jaringan
hubungan yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan masyarakat yang
bersangkutan dengan masyarakat lain. Jadi perbedaan atau ciri-ciri kedua
masyarakat tersebut dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi
terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk,
homogenitas-heterogenotas, perbedaan sosisal, mobilitas sosial, interaksi
sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas
sosial, dan nilai atau sistem lainnya.
1. Lingkungan Umum
dan Orientasi terhadap Alam
Masyarakat pedesaan
dikaitkan dengan alam karena letak geografisnya. Penduduk yang tinggal didesa
ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam dalam pola
berfikir dan falsafah hidupnya. Seperti pada bercocok tanam dan masa panen,
atau nelayan yang pergi melaut tentu akan didesuaikan dengan siklus alamnya.
2. Pekerjaan atau
Mata Pencaharian
Pada umumnya mata
pencaharian pedesaan adalah bertani dan nelayan dan berdagang merupakan
pekerjaan sekunder dari non pertanian. Sebab beberapa daerah tidak lepas dari
kegiatan usaha atau industri. Dalam masyarakat kota lebih spesial, dan
spesialisasi itu berkembang menjadi manajer, ketua pimpinan dalam birokrasi.
3. Ukuran Komunitas
Komunitas pedesaan lebih
kecil daripada komunitas perkotaan. Pekerjaan di bidang pertanian, perimbangan
tanah dengan manusia cukup tinggi dibandingkan dengan industri, dan akibatnya
daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah per kilometer perseginya. Tanah
pertanian luasnya bervariasi.
4. Kepadatan
Penduduk
Di desa kepadatan lebih
rendah dibandingkan denga kota. Kepadatan suatu komunitas kenaikannya
berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri. Contonya dalam
perubahan-perubahan pemukiman, dari penghuni satu keluarga menjadi pembangunan
multikeluarga dengan flat/apartemen.
5. Homogenitas dan
heterogenitas
Homogenitas dalam pedesaan
diwujudkan dalam bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan prilaku. Sebaliknya di
kota heterogenitas tampak dalam orang-orang dengan macam-macam subkultur dan
kesenangan, kebudayaan, mata pencaharian. Kota mempunyai daya tarik dalam hal
pendidikan, komunitas,transportasi seehingga kota tempat berkumpul bebagai
kelompok etnis.
6. Diferensiasi
Sosial
Kemajemukan kota berindikasi
terhadap diferensiasi sosial. Tersedianya segala fasilitas, hal-hal yang
beguna, perumahan, pendidikan, rekreasi, agama, dan bisnis menyebabkan adanya
pembagian pekerjaan dan adanya saling ketergantungan. Ini terbalik dengan
kehidupan masyarakat pedesaan yangtingkaat homogenitas alaminya cukup tinggi.
7. Pelapisan Sosial
Kelas sosial dalam
masyarakat digambarkan dengan “piramida sosial” yaitu status sosial
yang tinggi ditempatkan paling atas. Beberapa perbedaan “pelapisan sosial tak
resmi” antara masyarakat desa dengan masyarakat kota :
·
pada masyarakat kota aspek kehidupan
pekerjaan,ekonomi, dan sosial politiknya lebih komplek daripada di desa.
·
Pada masyarakat desa kesenjangan dalm pirimida
sosial tidak terlalu besar, sedangkan dikota jelas sekali perbedaan
kesenjangannya.
·
Pada masyarakat pedesaan di tingkat kelas
menengah, sebab orang kaya dan miskin urban ke kota.
·
Ketentuan kasta dan contoh-contoh perilaku di
indonesia masih berlaku di Bali.Dalam kitab suci orang Bali masyarakat tebagi
menjadi empat kasta, yaitu Brahmana, Satria, Vesia, dan Sudra. Gelar-gelar itu
diwariskan secara patrilineal. Mereka tinggal bersama di desa atau di kota
dengan cara dan gaya hidup yang sama. Gelar tidak ada sangkut pautnya dengan mata
pencaharian (Koentjaraningrat, 1981). Beberapa contoh di masyarakat perbedaan
pelapisan sosialnya banyak ditentukan atas dasar pemilikan tanah, misalnya :
·
Menurut Ter Haar (1960) dibedakan
1. golongan pribumi pemilik tanah (sikep, kuli, baku,
atau gogol);
2. golongan yang hanya memiliki rumah dan pekarangan
saja, atau tanah pertanian (indung atau lindung);
3. golongan yang hanya memiliki rumah saja di atas
pekarangan orang lain, dan mencari nafkah (numpang);
·
Menurut M Jaspan (1961) di daerah Yogyakarta dibedakan
menurut
1. golongan yang memiliki tanah pekarangan dan sawah
(kuli kenceng)
2. golongan yang memiliki tanah sawah saja (kuli gundul)
3. golongan yang memiliki pekarangan saja (kulli karang
kopel)
4. golongan yang memliki rumah saja diatas tanah orang
lain (indung telosor)
·
Menurut Koentjaraningrat (1964) mengenal
pe;apisan yang sedikit menggunakan
1. keturunan cikal bakal desa dan pemilik tanah (kentol)
2; pemilik tanah di luar golongan kentol (kuli)
3. yang tak memiliki tanah
·
Menurut J.M. Van der Kroef (1956) dan C.B.
Tripathi (1957) dibedakan menurut :
1 lapisan pertama adalah golongan elite desa, yaitu
penguasa desa yang menguasai tanah bengkok, bersama golongan pemilik tanah
yasan
2. lapisan kedua adalah kuli kenceng yaitu
mereka yang mempunyai rumah sendiri, pekarangan sendiri, dan menguasai bagian
sawah komunal.
3. lapisan ketiga adalah kuli kendo yaitu
mereka yang mempunyai rumah dan pekarangan sendiri, tetapi belum mempunyai
bagian sawah
4. lapisan keempat mereka yaang mempunyai tanah
pertanian tetapi tidak memiliki rumah dan pekarangan (gundul) jumlah lapisan
ini sedikit
5. lapisan kelima ialah mereka yang mempunyai tanah
pertanian, tidak mempunyai pekarangan, tetapi mempunyai rumah sendiri yang
didirikan di pekarangan orang lain disebut magersari. Bekerja sebagai
petani
6. lapisan terbawah mereka yang sama sekali tak
memilliki apapun kecuali tenaganya.
Istilah dari daerah ke
daerah berbeda, dan kriteria berkisar sekitar milik tanah pertanian, atau
pekarangan dan juga rumah
8. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial berkaitan
dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial ke kelompok sosial
lainnya; mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya; mobilitas
teritorial dari desa ke kota, dari kota ke desa, atau di daerah desa dan kota
sendiri.
Mobilitas sering terjadi
dikota dibanding pedesaan dan segi-segi penting mobilitas tersebut itu adalah :
·
Banyak penduduk yang pindah kamar atau rumah ke
kamar atau rumah lain, karena sistem kontrak yang terdapat dikota, dan di desa
tidak demikian.
·
Waktu yang tersedia bagi penduduk kota untuk
bepergian per satuan penduduk lebih banyak bila dibandingkan dengan penduduk
desa.
·
Bepergian setiap hari di dalam atau diluar daan
pusat penduduk , di daerah kota lebih besar dibandingkan dengan penduduk di
desa
·
waktu luang dikota lebih sedikit dibandingkan di
daerah pedesaan
Hal lain mobilitas atau
perpindahan penduduk dari desa ke kota/urbansisasi lebih banyak ketimbang dari
kota ke desa.
9. Intereaksi Sosial
Tipe interaksi sosial di
desa dan di kota perbedaannya sangat kontras baik aspek kuantitas maupun
kualitasnya diantaranya ;
a. Masyarkat
pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobiitas sosialny rendah, maka
kontak pribadi per induvidu lebih sedikit. Juga kontak dengan radio, televisi,
majalah , poster, koran, dan media lain yang lebih sophisticated.
b. Penduduk
kota lebih serig kontak tetapi cenderung lebih formal, dan tidak bersifat
pribadi, tetapi melalui tugas atau kepentingan lain.
10. Pengawasan
sosial
Tekanan sosial oleh
masyarakat desa lebih kuat karena bersifat pribadi dan ramah tamah, dan keadaan
masyarakatnya homogen. Penyesuaian terhadap norma-norma sosial lebih tinggi
dengan tekanan sosial informal dan nantinya dapat sebagai pengawasan sosial.
11. Pola
Kepemimpinan
Kepemimpinan di desa dinilai
berdasarkan kualitas pribadi. Misalnya karena kesalehan, kejujuran, jiwa
pengorbanannya, dan pengalamannya. Kriteria ini melekat terus pada generasi
berikutnya, maka kriteria pun akan menentukan kepemimpinan di pedesaan.
12. Standar
Kehidupan
Berbagai fasilitas dan
sarana akan membahagiakan kehidupan apabila disediakan dan cukup nyata
dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat. Di kota dengan konsentrasi dan
jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan
kebutuha tersebut, sedangkan didesa tidak harus demikian.
13. Kesetiakawanan
Sosial
Kesetiakawanan sosial atau
kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan dan perkotaan ban yak
ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda. Dalam masyarakat pedesaan
ciri-cirinya akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan dalam pengalaman,
persamaan tujuan dimana hubungannya bersifat informal dan bukan bersifat
kontrak sosial/ perjanjian. Dalam masyarakat desa ditemukan gotong-royong, dan
musyawarah.
Sedangkan di kota terdapat
perbedaanpembagian tenaga kerja, saling tergantung, spesialisasi, tidak
bersifat pribadi, bermacam-macam perjanjian serta hubungannya bersifat formal.
Jiwa musyawarah terlihat
dalam kehidupan bangsa indonesia. Artinya segala keputusan adalah suara
terbannyak. Dimana pihak mayoritas dan minoritas saling mengurangi pendapat
masing-masing.
14. Nilai dan sistem
Nilai
Hal teresebut dapat diamati
dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku. Di pedesaan masih berlaku
nilai-nilai keluarga, pola bergaul, mencari jodoh. Nilai-nilai agama masih
dipegang kuat. Bentuk ritual-ritul agama dikaitkan dengan proses dewasnya
manusia yang dikuti upacara-upacara. Pendidikan belum merupakan nilai orientasi
penuh, cukup hanya bisa baca tulis dan pendidikan agama. Dalam nilao-nilai
ekonomi masih bersifat subsistem tradisional.
Hubungan Desa dan
Kota
Dalam sistem penggolongan
administrasi kota sebagai pusat pendominasian secara bertingkat diturunkan ke
bawah, melalui sistem negara. Maka secara bertingkat kota merupakan suatu
jaringan, dimana kota sebagai sebagai pusat jaringan dan desa-desa pinggiran
menjadi pusat pendominasian. Kedudukan yang tidak seimbang ini tercermin dalam
hubungan struktural fungsional antara kota dan desa yaitu ; desa sebagai
penghasil bahan makanan, bahan mentah, penyedia tenaga kasar, sedangkan kota
merupakan pelindung bagi warga desa, sebagai tempat orientasi kemajuan
teknologi dan peradaban, pusat perubahan dan pembaharuan kebudayaan yang dijadikan
orientasi bagi warga desa untuk perbaikan hidupnya.
Perjalanan evolusi
kebudayaan sering dimulai dari pusat-pusat khusus desa yang nantinya berkembang
menjadi kota besar. Bahkan adanya masyarakat pedesaan sangat penting artinya
bagi proses pertumbuhan kota-kota. Hubungan ekonomi terjadi antara desa dan
kota melalui beberapa jalan .
Hubungan antara desa dan
kota juga dapat terorganisasi melalui pasar. Dalam sistem pasar yang besar,
desa merupakan sub-sub yang disebut pasar jaringan, yang menghubungkan desa
dengan daerah luar yang lebih luas. Dalam hal keamanan desa mempunyai otonomi
yang luas untuk urusan dalam, kalau terpaksa baru meminta bantuan dari kota.
Dalam bidang kebudayaan dan agama, orang kota terpelajar, spesialis-spesialis,
sering mengabdikannya dengan menyusun suatu sistem. Jadi ada hubungan timbal
balik antara antara tradisi di desa dan kota. Pengertian tradisi besar dan
kecil menurut Redfield adalah : tradisi besar dari sejumlah kecil orang yang
banyak berfikir, dan tradisi kecil dari orang yang tidak banyak berfikir.
Antara kota dan desa ada
pebedaan sosial dan kebudayaan yang cukup besar. Asumsi orang desa bahwa kota
dianggap berbahaya dan harus waspada, banyak pengetahuan dan muslihatnya. Dari
segi akhlak juga berbahaya, serta mempunyai daya tarik. Kota adalah pusat
kekuasaan, kekayaan, dan sekaligus pengetahuan. Sebaliknya anggapan orang kota
terhadap desa adalah bodoh, kurang pengetahuan, membiarkan dirinya
disalahgunakan. Tetapi desa mempunyai kelebihan yaitu kebudayaan yang asli
menghayati kehidupan yang baik dan sederhana. Karena adanya perbedaan kultur
sosial, diperlukan tokoh-tokoh penghubunguntuk menjembataninya. Misalnya kepala
desa, alim ulama, ahli seni dan sastra dsb.
Dari uraian sebelumnya dapat
dikatakan ada hubungan struktural dan fungsional antara desa dan kota, dan juga
ada perbedaan yaitu perbedaan intensitas satu unsur dan perbedaan kelengkapan
yang menyangkut beberapa jenis unsur.
Hubungan masyarakat desa dan
kota merupakan hubungan periferal. Kedudukan desa merupakan bagian dari
peradaban, yang menyupalai makanan untuk mendukung kelas penguasa politik dan
keagamaan, serta kaum terpelajar/elite dari suatu tradisi besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar