Sejarah penggunaan komputer di
Indonesia dimulai pada tahun 1967. Sejak sa’at itu permintaan pemasangan
dan penggunaan peralatan komputer semakin meningkat terutama pada
instansi-instansi Pemerintah sehingga Pemerintah merasa perlu untuk
mengadakan pengaturan pemanfa’atan peralatan komputer dengan membentuk
suatu badan yang dikenal dengan nama BAKOTAN (Badan Koordinasi
Otomatisasi Administrasi Negara) pada tanggal 4 Juli 1969 yang berfungsi
sebagai konsultan bagi instansi-instansi yang akan membeli atau menyewa
peralatan komputer.
Sebagai konsekuensi dari penggunaan peralatan komputer adalah perlu
disediakannya tenaga kerja yang mampu menangani tidak hanya peralatan
komputernya tetapi juga seluruh faset yang terlibat di dalam pengelolaan
komputerisasi. Pengetahuan yang diberikan dalam rangka penyediaan
tenaga kerja itu adalah relatif terbatas. Ruang lingkup pendidikannya
diarahkan kepada merek/tipe mesin yang bersangkutan.
Masalah komputerisasi dalam bidang pendidikan memasuki perguruan
tinggi sebagai salah satu mata pelajarannya terutama pada Fakultas
Teknik (Jurusan Teknik Elektro), Fakultas Ekonomi (Jurusan Manajemen).
Kebanyakan materi yang diberikan adalah pengenalan komputer dan
komputerisasi.
Pada tahun 1977 muncul pendidikan tinggi spesialisasi computer
management di Jakarta di tingkat akademi yang bertujuan mendidik tenaga
kerja manajerial dan mempunyai kemampuan teknis dalam bidang komputer
dan komputerisasi dengan predikat Sarjana Muda Lengkap.
Pada tanggal 21-24 Oktober 1980 di Jakarta dilangsungkan Konferensi
Komputer Regional Asia Tenggara SEARCC ’80 (South East Asia Regional
Computer Conference 1980) di mana para pesertanya dari ASEAN, India, dan
Hongkong. Di samping konferensi diadakan pameran mengenai peralatan
komputer yang dipasarkan di Indonesia.
Sampai saat ini, komputer tidaklah seperti dulu kala yang dianggap
sebagai barang mewah dan hanya dimiliki oleh pemerintah dan kalangan
masyarakat tertentu. Tetapi komputer sekarang merupakan barang yang
lazim dimiliki oleh setiap kalangan masyarakat.
Mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, praktisi pendidikan dan kalangan
perusahaan. Bentuknya juga yang semakin ringkas membuat komputer
seperti menjadi suatu keharusan untuk dimiliki..
Kenyamanan penggunaan komputer sebagai alat bantu untuk pengerjaan tugas sehari-hari juga sangat membantu.
Era 1980-an
Era 1980-an merupakan akhir dari zaman keemasan komputer mini — komputer
yang tidak secanggih “main-frame”, namun setiap sistem terdiri dari
bongkahan besar. Nama-nama besar pada zaman tersebut, seperti “DEC –
Digital Equipment Corp.”, “DG — Data General”, “HP — Hewlett Packard”,
“Honeywell — Bull”, “Prime”, dan beberapa nama lainnya. Setiap komputer
mini ini, dijalankan dengan sistem operasi tersendiri. Setiap sistem
operasi ini tidak cocok (kompatibel) dengan sistem operasi dari sistem
lainnya. Sebuah program yang dikembangkan pada sistem tertentu, belum
tentu dengan mudah dapat dijalankan pada sistem lainnya. Masalah ini
mulai teratasi dengan sebuah sistem operasi yang lagi naik daun, yaitu
UNIXTM. Sistem UNIX ini dapat dijalankan pada berbagai jenis komputer.
Selain beroperasi pada komputer mini, UNIX pun dapat dioperasikan pada
sebuah generasi komputer “super mikro”, yang berbasis prosesor 32 bit
seperti Motorola MC68000. Ya: pada waktu itu, Motorola belum terkenal
sebagai produser Hand Phone! Sistem berbasis UNIX pertama di Universitas
Indonesia (1983) ialah komputer “Dual 83/20″ dengan sistem operasi UNIX
versi 7, memori 1 Mbyte, serta disk (8″) dengan kapasitas 20 Mbytes.
Sistem tersebut tentunya sangat “terbatas” dibandingkan komputer zaman
sekarang. Namun, penelitian dengan memanfaatkan komputer tersebut,
menghasilkan puluhan sarjana S1 UI.
Tema penelitian S1 pada saat tersebut berkisar dalam bidang jaringan
komputer, seperti pengembangan email (PESAN), alih berkas (MIKAS),
porting UUCP, X.25, LAN ethernet, network printer server, dan lainnya.
Komputer “Dual 83/20″ ini, kemudian lebih dikenal dengan nama “INDOGTW”
(Indonesian Gateway), karena pada akhir tahun 1980-an digunakan
“dedicated email” server ke luar negeri. Sistem INDOGTW ini beroperasi
non-stop 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Fungsi riset sistem tersebut di
atas, digantikan oleh komputer baru “INDOVAX”, yaitu DEC VAX-11/750
dengan sistem unix 4.X BSD dengan memori 2 Mbytes, serta disk 300
Mbytes. Pada waktu itu, sanga lazim menamakan satu-satunya VAX pada
setiap institusi, dengan akhiran “VAX”. Contohnya: UCBVAX (Universitas
Berkley), UNRVAX (Universitas Nevada Reno), DECVAX (DEC), ROSEVAX
(Rosemount Inc), MCVAX (Amsterdam). Sistem ini pun kembali menghasilkan
puluhan sarjana S1 UI untuk berbagai penelitian seperti rancangan VLSI,
X.400, dan sejenisnya. Untuk mewadahi para pengguna dan penggemar UNIX
yang mulai berkembang ini, dibentuk sebuah Kelompok Pengguna Unix (Unix
Users Group) yaitu INDONIX. Kelompok yang dimotori oleh bapak “Didik”
Partono Rudiarto (kini pimpinan INIXINDO) ini melakukan pertemuan secara
teratur setiap bulan. Setiap pertemuan ini akan diisi dengan ceramah
kiat dan trik UNIX, serta sebuah diskusi/ tanya-jawab. Komputer mini —
yang UNIX mau pun yang bukan — dominan hingga pertengahan tahun 1980-an.
Komputer Personal (PC) masih sangat terbatas, baik kemampuannya, mau
pun populasinya. Bahkan hingga akhir 1980-an, PC masih dapat dikatakan
merupakan benda “langka” dan “mewah”. Semenjak pertengahan 1980-an,
muncul sistem komputer “super-mikro” berbasis prosesor Motorola MC68000
dan sistem operasi Unix. Sejalan dengan ini, juga muncul PC/AT berbasis
prosesor Intel 80286 dan 80386 dengan sistem operasi XENIX/SCO UNIX.
Kehadiran prosesor Intel 80286 (lalu 80386) telah mendorong pengembangan
sistem operasi dengan nama “XENIX”. Harga sistem yang relatif murah,
berakibat kenaikan populasi sistem Unix yang cukup signifikan di
Indonesia. Aplikasi yang populer untuk sistem ini ialah sistem basis
data Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pada awalnya, setiap sistem operasi
Unix dilengkapi dengan kode sumber (source code). Namun, hal tersebut
tidak berlaku untuk negara non-US (terutama non Eropa) akibat regulasi
ekspor US. Sebagai alternatif Prof. Andrew S. Tanenbaum dari VU
(Belanda) mengedarkan sebuah sistem Operasi sederhana dengan nama
“MINIX” (Mini Unix). Titik berat arah pengembangan MINIX ialah
sesederhana mungkin agar dapat dipelajari dengan mudah dalam satu
semester. Program Studi Ilmu Komputer Universitas Indonesia, tercatat
pernah membeli source code MINIX dua kali, yaitu versi 1.2 (1987) dan
versi 1.5 (1999). Sebagai penunjang mata kuliah Sistem Operasi, telah
hadir MINIX (Mini Unix) yang bahkan dapat dijalankan pada PC biasa tanpa
HardDisk! Namun, MINIX memiliki dua keterbatasan bawaan. Pertama,
dititik-beratkan agar mudah dipelajari untuk keperluan pendidikan.
Akibatnya, dengan sengaja tidak dibuat canggih dan rumit. Kedua, (pada
awalnya) MINIX harus dibeli dengan harga lebih dari USD 100 per paket.
Harga ini tidak dapat dikatakan murah bahkan untuk ukuran kantong
mahasiswa di luar negeri. Namun, MINIX telah digunakan di Program Studi
Ilmu Komputer Universitas Indonesia FUSILKOM UI, FakUltas ILmu KOMputer
UI) sebagai bagian dari kuliah sistem operasi menjelang akhir tahun
1990an. Besar kemungkinan, siapa pun pengguna MINIX saat itu (termasuk
penulis), pernah memiliki angan-angan untuk merancang sebuah kernel
“idaman” pengganti MINIX yang dapat — “dioprek”, “dipercanggih”, dan
“didistribusikan” — secara bebas. Tidak heran, Linus B. Torvalds
mendapat sambutan hangat ketika tahun 1991 mengumumkan kehadiran sebuah
kernel “idaman” melalui buletin USENET News “comp.os.minix”. Kernel ini
kemudian lebih dikenal dengan nama Linux. Namun, Linux tidak langsung
mendapatkan perhatian di UI.
Era 1990an
Belum jelas, siapa yang pertama kali membawa Linux ke Indonesia. Namun,
yang pertama kali mengumumkan secara publik (melalui milis pau-mikro)
ialah Paulus Suryono Adisoemarta dari Texas, USA, yang secara akrab
dipanggil Bung Yono. Ketika 1992, bung Yono berkunjung ke Indonesia
membawa distro SoftLanding System (SLS) dalam beberapa keping disket.
Kernel Linux pada distro tersebut masih revisi 0.9X (alpha testing),
dengan kemampuan dukungan jaringan yang sangat terbatas. Pada awal tahun
1990-an, kisaran harga sebuah ethernet board ialah USD 500; padahal
dengan kinerja yang jauh dibawah board yang sekarang biasa berharga USD
5.-. Dengan harga semahal itu, dapat dimaklumi, jika masih jarang ada
pengembang LINUX yang berkesempatan untuk mengembangkan driver ethernet.
Perioda 1992-1994 merupakan masa yang vakum. Secara sporadis, terdengar
ada yang mendiskusikan “Linux”, namun terbatas pada uji coba. Kernel
Linux 1.0 keluar pada tahun 1994. Salah satu distro yang masuk ke
Indonesia pada tahun tersebut ialah Slackware (kernel 1.0.8). Distro
tersebut cukup lengkap dan stabil sehingga merangsang tumbuhnya sebuah
komunitas GNU/ Linux di lingkungan Universitas Indonesia. Pada umumnya,
PC menggunakan prosesor 386 dan 486, dengan memori antara 4-8 Mbytes,
dan hardisk 40 – 100 Mbyte. Biasanya hardisk tersebut dibuat “dual
boot”, yaitu dapat dalam mode DOS atau pun Linux. Slackware menjadi
populer dikalangan para mahasiswa UI, karena pada waktu itu merupakan
satu-satunya distribusi yang ada :-). Banyak hal-hal baru yang
“dioprek”/ “setup”. Umpama: yang pertama kali men-setup X11R4 Linux di
UI ialah Ivan S. Chandra (1994). Tahun 1994 merupakan tahun penuh
berkah. Tiga penyelenggara Internet sekali gus mulai beroperasi:
IPTEKnet, INDOnet, dan RADnet. Pada tahun berikutnya (1995), telah
tercatat beberapa institusi/ organisasi mulai mengoperasikan GNU/Linux
sebagai “production system”, seperti BPPT (mimo.bppt.go.id),
IndoInternet (kakitiga.indo.net.id), Sustainable Development Network (www.sdn.or.id dan
sangam.sdn.or.id), dan Universitas Indonesia (haur.cs.ui.ac.id).
Umpamanya, Sustainable Development Network Indonesia (sekarang diubah
menjadi Sustainable Debian Network) menggunakan distribusi Slackware
(kernel 1.0.9) pada mesin 486 33Mhz, 16 Mbyte RAM, 1 Gbyte disk. Namun
sekarang, situs tersebut numpang webhost di IndoInternet. Kehadiran
internet di Indonesia merangsang tumbuhnya sebuah industri baru, yang
dimotori oleh para enterpreneur muda. Mengingat GNU/ Linux merupakan
salah satu pendukung dari Industri baru tersebut, tidak dapat disangkal
bahwa ini merupakan faktor yang cukup menentukan perkembangan GNU/Linux
di Indonesia. Selama perioda 1995-1997, GNU/Linux secara perlahan mulai
menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Bahkan krismon 1997 pun tidak
dapat menghentikan penyebaran ini. Pada tahun 1996, pernah ada sebuah
milis linux yang dapat dikatakan kurang begitu sukses. Anggota dari
milis tersebut ialah: Sl1zr@cc.usu- and1@indo.net- arwiya@indo.net-
bjs@apoll.geologie- budi@cool.mb- chairilk@indo.net-
harry@futaba.nagaokaut- herkusut@soziologie- ibrahim@indovax-
idarmadi@indo.net- jimmyt@turtle- jonathan@bandung.wasantara-
louis@Glue- mermaid+@CMU- mwiryana@netbox- rheza@indo.net-
rosadi@indo.net- sentiono@cycor- trabas@indo.net- wibowo@hpsglsn-
wiwit@bandung.wasantara- edybs@jakarta.wasantara- ssurya@elang-
dhie@bandung.wasantara- tanu@m-net.arbornet- avinanta@gdarma-
pink@cbn.net- louis@webindonesia- Sebelum 1997, issuenya mungkin “Apa
itu Linux?” Alhamdulillah, dewasa ini, yang terjadi malah sebaliknya:
“Anda belum kenal Linux?????” Demikian sekilas perkembangan sistem UNIX
sebelum 1997. Mudah-mudahan, ini akan memicu para pelaku IT lainnya
untuk melengkapi hikayat ini, terutama pasca 1997.
Share this:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar