Pages - Menu

Sabtu, 05 Oktober 2013

PUISI CHAIRIL ANWAR



Tak Sepadan

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros

Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka

Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka

Februari 1943

Penerimaan

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

Maret 1943

Rumahku

Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak

Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan

Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana

Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu

27 april 1943

Sajak Putih

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…

1944

Lagu Siul

Laron pada mati
Terbakar di sumbu lampu
Aku juga menemu
Ajal di cerlang caya matamu
Heran! Ini badan yang selama berjaga
Habis hangus di api matamu
‘Ku kayak tidak tahu saja

25 November 1945

Catetan Th. 1946

Ada tanganku, sekali akan jemu terkulai
Mainan cahya di air hilang bentuk dalam kabut,
Dan suara yang kucintai ‘kan berhenti membelai.
Kupahat batu nisan sendiri dan kupagut

Kita – anjing diburu – hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang
Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang
Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu
Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat.

Dan kita nanti tiada sawan lagi diburu
Jika bedil sudah disimpan, cuma kenangan berdebu;
Kita memburu arti atau diserahkan kepada anak lahir sempat.
Karena itu jangan mengerdip, tatap dan penamu asah,
Tulis karena kertas gersang, tenggorokan kering sedikit mau basah!

1946

Malam di Pegunungan

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

1947

Tidak ada komentar:

Posting Komentar